TUMPEK WARIGA
Jatuh pada hari Saniscara, Kliwon,
Wuku Wariga, atau 25 hari sebelum Galungan. Upacara ngerasakin dan ngatagin
dilaksanakan untuk memuja Bhatara Sangkara, manifestasi Hyang Widhi, memohon
kesuburan tanaman yang berguna bagi kehidupan manusia.
ANGGARA KASIH JULUNGWANGI
Hari Anggara, Kliwon, Wuku
Julungwangi atau 15 hari sebelum Galungan. Upacara memberi lelabaan kepada
watek Butha dengan mecaru alit di Sanggah pamerajan dan Pura, serta mengadakan
pembersihan area menjelang tibanya hari Galungan.
BUDA PON SUNGSANG
Hari Buda, Pon, Wuku Sungsang atau 7
hari sebelum Galungan. Disebut pula sebagai hari Sugian Pengenten yaitu
mulainya Nguncal Balung. Nguncal artinya melepas atau membuang, balung artinya
tulang; secara filosofis berarti melepas atau membuang segala kekuatan yang
bersifat negatif (adharma).
Oleh karena itu disebut juga sebagai
Sugian Pengenten, artinya ngentenin (mengingatkan) agar manusia selalu waspada
pada godaan-godaan adharma.
Pada masa nguncal balung yang
berlangsung selama 42 hari (sampai Buda Kliwon Paang) adalah dewasa tidak baik
untuk: membangun rumah, tempat suci, membeli ternak peliharaan, dan pawiwahan.
SUGIAN JAWA
Hari Wraspati, Wage, Wuku Sungsang,
atau 6 hari sebelum Galungan. Memuja Hyang Widhi di Pura, Sanggah Pamerajan
dengan Banten pereresik, punjung, canang burat wangi, canang raka, memohon
kesucian dan kelestarian Bhuwana Agung (alam semesta).
SUGIAN BALI
Hari Sukra, Kliwon, Wuku Sungsang,
atau 5 hari sebelum Galungan. Memuja Hyang Widhi di Pura, Sanggah Pamerajan
dengan Banten pereresik, punjung, canang burat wangi, canang raka, memohon
kesucian, dan keselamatan Bhuwana Alit (diri sendiri).
PENYEKEBAN
Hari Redite, Paing, Wuku Dungulan,
atau 3 hari sebelum Galungan. Turunnya Sang Bhuta Galungan yang menggoda
manusia untuk berbuat adharma. Galung dalam Bahasa Kawi artinya perang; Bhuta
Galungan adalah sifat manusia yang ingin berperang atau berkelahi.
Manusia agar menguatkan diri dengan
memuja Bhatara Siwa agar dijauhkan dari sifat yang tidak baik itu. Secara
simbolis Ibu-ibu memeram buah-buahan dan membuat tape artinya nyekeb
(mengungkung/ menguatkan diri).
PENYAJAAN
Hari Soma, Pon, Wuku Dungulan, atau
2 hari sebelum Galungan. Turunnya Sang Bhuta Dungulan yang menggoda manusia
lebih kuat lagi untuk berbuat adharma. Dungul dalam Bahasa Kawi artinya takluk;
Bhuta Dungulan adalah sifat manusia yang ingin menaklukkan sesama atau sifat
ingin menang.
Manusia agar lebih menguatkan diri
memuja Bhatara Siwa agar terhindar dari sifat buruk itu. Secara simbolis
membuat jaja artinya nyajaang (bersungguh-sungguh membuang sifat dungul).
PENAMPAHAN
Hari Anggara, Wage, Wuku Dungulan,
atau 1 hari sebelum Galungan. Turunnya Sang Bhuta Amangkurat yang menggoda
manusia lebih-lebih kuat lagi untuk berbuat adharma. Amangkurat dalam Bahasa
Kawi artinya berkuasa. Bhuta Amangkurat adalah sifat manusia yang ingin
berkuasa.
Manusia agar menuntaskan melawan
godaan ini dengan memuja Bhatara Siwa serta mengalahkan kekuatan Sang Bhuta
Tiga (Bhuta Galungan, Bhuta Dungulan, dan Bhuta Amangkurat).
Secara simbolis memotong babi
“nampah celeng” artinya “nampa” atau bersiap menerima kedatangan Sanghyang
Dharma. Babi dikenal sebagai simbol tamas (malas) sehingga membunuh babi juga
dapat diartikan sebagai menghilangkan sifat-sifat malas manusia.
Sore hari ditancapkanlah penjor
lengkap dengan sarana banten pejati yang mengandung simbol “nyujatiang kayun”
dan memuja Hyang Maha Meru (bentuk bambu yang melengkung) atas anugerah-Nya
berupa kekuatan dharma yang dituangkan dalam Catur Weda di mana masing-masing
Weda disimbolkan dalam hiasan penjor sebagai berikut:
- lamak simbol Reg Weda,
- bakang-bakang simbol Atarwa Weda,
- tamiang simbol Sama Weda, dan
- sampian simbol Yayur Weda.
Di samping itu penjor juga simbol
ucapan terima kasih ke hadapan Hyang Widhi karena sudah dianugerahi kecukupan sandang
pangan yang disimbolkan dengan menggantungkan beraneka buah-buahan,
umbi-umbian, jajan, dan kain putih kuning.
Pada sandyakala segenap keluarga
mabeakala, yaitu upacara pensucian diri untuk menyambut hari raya Galungan.
GALUNGAN
Hari Buda, Kliwon, Wuku Dungulan,
merupakan perayaan kemenangan manusia melawan bentuk-bentuk adharma terutama
yang ada pada dirinya sendiri. Bhatara-Bhatari turun dari Kahyangan memberkati
umat manusia. Persembahyangan di Pura, Sanggah Pamerajan bertujuan mengucapkan
terima kasih kepada Hyang Widhi atas anugrah-Nya itu.
MANIS GALUNGAN
Hari Wraspati, Umanis, Wuku
Dungulan, 1 hari setelah Galungan, melaksanakan Dharma Santi berupa kunjungan
ke keluarga dan kerabat untuk mengucapkan syukur atas kemenangan dharma dan
mohon maaf atas kesalahan-kesalahan di masa lalu.
Malam harinya mulai melakukan
persembahyangan memuja Dewata Nawa Sangga, mohon agar kemenangan dharma dapat
dipertahankan pada diri kita seterusnya.
Pemujaan di malam hari selama
sembilan malam sejak hari Manis Galungan sampai hari Penampahan Kuningan
disebut sebagai persembahyangan Nawa Ratri (nawa = sembilan, ratri = malam)
dimulai berturut-turut memuja Bhatara-Bhatara: Iswara, Mahesora, Brahma, Rudra,
Mahadewa, Sangkara, Wisnu, Sambu, dan Tri Purusa (Siwa-Sada Siwa-Parama Siwa).
PEMARIDAN GURU
Hari Saniscara, Pon, Wuku Dungulan,
3 hari setelah Galungan merupakan hari terakhir Wuku Dungulan meneruskan
persembahyangan memuja Dewata Nawa Sangga khususnya Bhatara Brahma.
ULIHAN
Hari Redite, Wage, Wuku Kuningan, 4
hari setelah Galungan, Bhatara-Bhatari kembali ke Kahyangan, persembahyangan di
Pura atau Sanggah Pamerajan bertujuan mengucapkan terima kasih atas wara
nugraha-Nya.
PEMACEKAN AGUNG
Hari Soma, Kliwon, Wuku Kuningan, 5
hari setelah Galungan. Melakukan persembahan sajen (caru) kepada para Bhuta
agar tidak mengganggu manusia sehingga Trihitakarana dapat terwujud.
PENAMPAHAN KUNINGAN
Hari Sukra, Wage, Wuku Kuningan, 9
hari setelah Galungan. Manusia bersiap nampa (menyongsong) hari raya Kuningan.
Malam harinya persembahyangan terakhir dalam urutan Dewata Nawa Sanga, yaitu
pemujaan kepada Sanghyang Tri Purusha (Sisa, Sada Siwa, Parama Siwa).
KUNINGAN
Hari Saniscara, Kliwon, Wuku
Kuningan, 10 hari setelah Galungan. Para Bhatara-Bhatari turun dari Kahyangan
sampai tengah hari.
Manusia mengucapkan terima kasih
kepada Hyang Widhi atas wara nugrahanya berupa kekuatan dharma serta mohon agar
kita senantiasa dihindarkan dari perbuatan-perbuatan adharma.
Secara simbolis membuat sesajen
dengan nasi kuning sebagai pemberitahuan (nguningang) kepada para preti sentana
agar mereka mengikuti jejak leluhurnya merayakan rangkaian hari raya Galungan –
Kuningan.
Selain itu menggantungkan “tamiang”
di Palinggih-palinggih sebagai tameng atau perisai terhadap serangan kekuatan
adharma.
PEGAT UWAKAN
Hari Buda, Kliwon, Wuku Paang, satu
bulan atau 35 hari setelah Galungan, merupakan hari terakhir dari rangkaian
Galungan. Pegat artinya berpisah, dan uwak artinya kelalaian. Jadi pegat uwakan
artinya jangan lalai melaksanakan dharma dalam kehidupan seterusnya setelah
Galungan. Berata-berata nguncal balung berakhir, dan selanjutnya roda kehidupan
terlaksana sebagaimana biasa.