Oleh. Dewa Gede
Ramayadi
Om Swastyastu,
Brata Siwaratri mengandung makna mendalam sebagai bahan renungan diri dan sebagai praktek religius tentu tidak cukup
hanya diwacanakan, melainkan perlu menyelami dan mempraktekannya. Tanpa
hal itu kita tidak akan menemukan makna yang terkandung di dalamnya. Seperti
pemain bola tidak cukup hanya mengetahui teori bagaimana teknik bermain bola
melainkan perlu memainkannya di lapangan. Siwaratri berasal dari bahasa sansekerta, terdiri dari urat kata siwa dan ratri. Siwa
artinya baik hati, suka memaafkan, memberikan harapan dan membahagiakan. Ratri artinya malam atau kegelapan. jadi Siwaratri artinya malam untuk melebur kegelapan
hati menuju jalan yang terang.
Hakekat perayaan Siwaratri
adalah untuk menyadari akan keberadaan sang diri yang sejati, sebagai wahana
mawas diri agar senantiasa waspada dalam menjalani lika-liku kehidupan. Oleh
karena itu sungguh disayang jika perayaan ini dilewatkan begitu saja. Siwaratri yang dirayakan setiap
tahun, tepatnya pada purwaning tilem kepitu merupakan hari
suci yang dirayakan oleh umat Hindu seluruh Indonesia begitupun juga di India.
Acuan perayaan Siwaratri terdapat pada naskah-naskah suci
berbahasa Sanskerta di India
yaitu: Sivapurana, Garudapurana, Skandapurana, dan Padmapurana. Pada Padmapurana menguraikan
tentang keagungan Brata Siwaratri yaitu brata yang paling utama diantara semua brata, bagaikan Meru diantara pegunungan, bagaikan matahari
diantara semua yang menyala, bagaikan pertapa diantara mahluk mahluk
yang berkaki dua, bagaikan
Kapila diantara mahluk
mahluk yang berkaki empat, bagaikan Gayatri
diantara semua Mantram, bagaikan
amreta diantara yang cair, bagaikan Wisnu
dari semua pria, bagaikan
Arundatai diantara para wanita (padma purana 239.7-9a).
Sedangkan
di Indonesia Siwaratri ditulis dalam
lontar berbahasa Jawa kuno seperti Siwaratri
kalpa karangan Mpu Tanakung yang menceritakan kisah seorang
pemburu bernama Ludhaka mendapatkan anugrah dari Dewa Siwa sehingga mencapai Siwaloka (Sorga). Berkenaan dengan perayaan
Siwaratri ada tiga brata yang dapat
dilaksanakan yaitu monobrata (tidak
bicara selama 12 jam), upawasa (berpuasa
selama 24 jam), jagra (melek atau
tidak tidur selama 36 jam), mulai pukul 06.00 pangglong ping 1 sampai pukul
18.00 tilem sasih kapitu.
Hari
Siwaratri yang jatuh pada Purwaning Tilem Kapitu, Kamis tanggal 26 Januari 2017
ini, merupakan momen yang sangat tepat untuk merenung dan mengendalikan diri.
Pada hari suci penuh pengampunan, umat Hindu diajak untuk bisa mengekang
hawa nafsu dan keinginan yang bersifat duniawi. Nilai-nilai apa yang bisa
dipetik dari malam Siwaratri dalam konteks kekinian?
ini, merupakan momen yang sangat tepat untuk merenung dan mengendalikan diri.
Pada hari suci penuh pengampunan, umat Hindu diajak untuk bisa mengekang
hawa nafsu dan keinginan yang bersifat duniawi. Nilai-nilai apa yang bisa
dipetik dari malam Siwaratri dalam konteks kekinian?
Kemudian, apakah
figur si pemburu Lubdaka yang diceritakan pada malam Siwaratri masih relevan
dengan kehidupan sekarang?
Hidup
manusia sebenarnya dibelenggu oleh bhuta kala. Dalam usaha melepas belenggu
bhuta kala itu, manusia hendaknya berusaha mendapatkan keseimbangan jasmani dan
rohani yang bisa dicapai secara perlahan-lahan dan bertahap. Tidak dimungkiri banyak
hambatan yang menghadang ketika manusia ingin mencapai keseimbangan itu.
Hambatan itu datangnya tidak
hanya dari luar, tetapi juga dari dalam diri manusia itu sendiri perhatikan pupuh dibwh ini.
hanya dari luar, tetapi juga dari dalam diri manusia itu sendiri perhatikan pupuh dibwh ini.
RAGADI
MUSUH MAPARO,
RING
HATI YA TUNGGUWANNYA TAN MADOH RING DEWEK
Hawa
nafsu, ego adalah musuh yang sangat dekat
Didalam
hati letaknya tak jauh dari dalam diri kita sendiri
Siwaratri
pada hakikatnya merupakan sebuah ajaran untuk membangkitkan perjuangan umat
Hindu untuk selalu sadar akan dirinya yang selalu diancam oleh berbagai hambatan.
Upacara Siwaratri bertujuan memberikan pengetahuan kepada manusia agar menyadari
bahwa dalam dirinya selalu ada pertarungan antara kebaikan dan keburukan. Oleh
karena itu, sebaik-baiknya
manusia, pasti pernah berbuat dosa selama hidupnya. Demikian pula sejelek-jeleknya manusia, pasti pernah berbuat baik selama hidupnya. Hanya saja sejauh mana diri kita mampu untuk mengambil hikmah dari proses ini.
manusia, pasti pernah berbuat dosa selama hidupnya. Demikian pula sejelek-jeleknya manusia, pasti pernah berbuat baik selama hidupnya. Hanya saja sejauh mana diri kita mampu untuk mengambil hikmah dari proses ini.
Menyadari
hal itu, Siwaratri dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada setiap umat
Hindu untuk selalu sadar dan berusaha semaksimal mungkin menghindari perbuatan
dosa dan selalu berikhtiar untuk memperbanyak perbuatan dharma. Meskipun
manusia sulit menghindari perbuatan dosa, bagaimana pun besarnya perbuatan dosa
yang telah diperbuatnya, tidak tertutup jalan untuk menuju dharma. Dlm artian jangan
ada kalimat kepalang aaaaaahh…….hehehehehe (itu jangan amit amit amit)
Siwaratri
memotivasi manusia untuk tidak berputus asa kembali ke jalan dharma. Pintu
dharma selalu terbuka lebar bagi orang yang sadar akan segala perbuatan
dosanya. Cerita Lubdaka, si pemburu yang pekerjaan sehari-harinya berburu
binatang, sebagai salah satu contoh. Tetapi, masih relevankah figur Lubdaka
yang diceritakan pada malam Siwaratri dengan kehidupan sekarang?
Dari kalangan
para peminat spiritual, cerita Lubdaka itu diterjemahkan sebagai berikut :
Jika
seseorang sudah mampu membunuh sifat kebinatangannya, maka timbullah rasa ingin
dekat dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Rasa keinginan atau hasrat (kerinduan)
itu diwujudkan dengan berbagai cara (berjapa / mengulang-ngulang nama suci
Tuhan), beryajna dansebagainya.
Banyak kalangan
yang kurang setuju, jikalau malam Siwaratri sebagai malam penebusan dosa.
Karena kepercayaan Hindu, hukum karma itu tidak pandang bulu. Meskipun orang
suci, jika berbuat salah tetap akan mendapat hukuman. Reaksi dari perbuatan itu
sulit untuk dihapus, maka dari itu ada beberapa pakar yang menyatakan tidak setuju jika malam Siwaratri
diistilahkan sebagai malam peleburan dosa.
Melaksanakan monobrataberarti tidak berbicara, banyak pula umat Hindu
memaknai dengan penafsiran yang berbeda-beda, ada yang melakukan monobrata memaknai bahwa betapa sulitnya menjadi orang
yang tuna wicara (bisu) mereka tidak bisa mengepresikan dirinya layaknya
seperti orang normal, ketika memaknai seperti hal tersebut, maka akan
menimbulkan rasa syukur atas anugrah yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, bahwa
dirinya masih dikaruniai panca indra yang sempurna. Selanjutnya ada pula yang
memaknai monobrata adalah bentuk
pengendalian kata-kata secara eksternal karena menurut para guru suci
mengucapkan kata-kata yang tidak penting hanya membuang-buang energi, bukan
berarti kita memutuskan untuk tidak berbicara tetapi berbicaralah bila hal itu
penting untuk diwacanakan. lebih baik energi yang tersia-siakan dialihkan untuk
menyadari keagungan Tuhan.
Jika dicermati lebih dalam esensi dari monobrata
tidak hanya sekedar mendiamkan ucapan secara eksternal tetapi mengalirkan
kata-kata secara internal. Apa itu kata-kata secara eksternal dan internal?
Kata-kata eksternal yaitu menyangkut ucapan sedangkan kata-kata internal menyangkut
pikiran. ketika melaksanakan monobrata
ucapan dapat dikendalikan tetapi pikiran masih tetap berkata-kata dalam hati,
membicarakan hal-hal yang sia-sia bahkan sampai ribuan kali, sehingga
pikiran ibaratkan burung yang hanya
berkicau di dalam sangkarnya namun tidak dapat mengekpresikannya di alam bebas.
Maka dari itu monobrata adalah
melatih diri untuk melakukan meditasi (dhyana)
yaitu mendiamkan ucapan dan mengalirkan gerak pikiran menuju kesadaran Tuhan
dalam manisfestasi Sang Hyang Siwa.
Selanjutnya upawasa(puasa)
idealnya sering diartikan hanya menahan lapar dan haus. Apakah hanya itu saja?
Sebagian umat yang melakukan puasa memaknai sebagai wujud cinta kasih kepada
semua mahluk terutama manusia, karena dengan berpuasa apabila dilakoni dengan
tulus maka kita diajak untuk merasakan penderitaan orang lain bahwa dirinya
dilahirkan adalah orang yang lebih beruntung dari mereka yang membutuhkan
uluran tangan. Seseorang akan ikut merasakan bagaimana orang yang menderita
kekelaparan karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari sana akan
muncul perasaan untuk menolong orang yang sedang kesusahan. Maka dari itu untuk menterjemahkan ayat suci Vasudaiwa khutumbhakam (semua adalah saudara) dalam kehidupan sehari-hari
dapat terealisasikan.
Selain itu dilihat dari ilmu kedokteran puasa dapat menyehatkan tubuh,
karena dengan berpuasa sistem percernaan dalam tubuh tidak bekerja seperti
biasa sehingga mengalami rileksasi, seperti mesin apabila tidak pernah
diberikan jeda dalam mengelola bahan baku, maka kemungkinan besar akan lebih
cepat mengalami kerusakan begitu juga sistem percernaan dalam tubuh. Puasa
semestinya dilakukan 24 jam bukan setengah hari, karena ilmiahnya proses
makanan yang diolah dari lambung menuju usus kurang lebih 18 jam untuk bisa disuplai keseluruh tubuh dan
sisanya dikeluarkan berupa kotoran. Ketika puasa dilakukan sehari penuh maka
sistem percernaan mengalami peristirahatan dan pemurnian kembali, inilah alasan
mengapa umat Hindu melakukan puasa 24 jam. Selain itu menurut Sri Anandamurti
mengatakan ketika orang sering melakukan puasa juga bermanfaat untuk kesehatan
mental dan emosi, bahkan dianjurkan menjelang bulan purnama dan bulan mati
(tilem) yaitu pada saat ekadasi (hari
ke- 11 menjelang Bulan purnama dan tilem),
karena saat itu daya gravitasi bulan dapat berpengaruh negatif terhadap mental
dan emosi, hal itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wicca
Spirituality di Britania bahwa puncak
kekacauan pikiran terjadi pada saat bulan purnama dan bulan mati. Data yang
ditemukan saat itu tingkat kejahatan meningkat mencapai 14 % ,rumah sakit
dipenuhi pasien-pasien yang rata-rata penyakitnya disebabkan oleh pengaruh
pikiran, kemudian data kepolisian
mencatat tingkat kecelakaan meningkat, hasrat seksual pemuncak dan banyak
terjadi kasus pemerkosaan. Mengapa bisa demikian?
Sebab
saat bulan purnama dan bulan mati air laut mengalami pasang surut, maka unsur
air dalam tubuh manusia ikut meningkat karena tubuh manusia terdiri dari 70 %
unsur air, maka dengan puasa akan mampu mengatasi ketegangan fisik, mental dan
emosi seperti juga di katakan oleh Prof. I Ketut Widnya dalam sesi dharma tula “ketika lidah dapat dikendalikan maka perut dan alat kelamin
pun dapat dikendalikan karena posisi ketiganya sejajar” oleh karena itu betapa
pentingnya melakukan puasa untuk mendapatkan ketenangan lahir bhatin.
Selanjutnya yaitu Jagra yang
diartikan melek atau tidak tidur selama 36 jam, tentu hal ini dirasakan sangat sulit untuk dilakukan apalagi cara
berfikir sebagian orang masa kini lebih mengedepankan pendekatan ilmiah dari pada pengetahuan intuitif. Maka
pertanyaan pun muncul bukankah begadang yang berlebihan dapat mengganggu
kesehatan? Barangkali fakar kesehatan menjawab ia. lain halnya dengan pencari
kebenaran sejati maka jagraadalah
bentuk pengorbanan diri kepada Tuhan (tapa),
mereka rela menahan rasa ngantuk sebagai
curahan bhaktinya kepada Sang
Hyang Siwa yang telah memberikan segalanya kepada dunia untuk dinikmati
oleh ciptaan_Nya. Mereka merasa bahwa cinta kasih Tuhan tidak dapat dibayar
dengan harta yang berlimpah sekalipun. Karena harta maupun kekayaan yang
didapatkan berasal dari Tuhan, maka dari
itu dengan melakukan jagramerupakan
salah satu jalan untuk meraih kasih-Nya sebagaimana yang disebutkan dalam Siwapurana kisah seorang pemburu kijang
yang sangat kejam bernama Rurudruha tanpa sengaja melakukan brata saat Siwaratri mendapatkan berkat dari Dewa Siwa, Beliau menghapuskan
segala pikiran jahat dalam pikirannya.
Oleh karena itu pada saat siwaratri adalah moment yang tepat untuk
mendapatkan berkat-Nya, sehingga orang yang terberkati oleh Tuhan akan selalu
bertindak berdasarkan wiweka dan
menuruti hati nuraninya.
Jadi
hari suci Siwaratri adalah untuk menyadari bahwa seseorang berada dalam pengaruh
kegelapan. Kegelapan itulah yang harus diterangi, baik jiwa, pikiran maupun badan
jasmaninya. Kegelapan itu harus disingkirkan dengan ilmu pengetahuan rohani.
Yang
paling penting sekali adalah berkat dari Sang Hyang Siwa sendiri. Beliaulah
yang akan menghapus kepapaan, ketidak berdayaan melawan hawa nafsunya sendiri.
Mungkin ribuan orang akan menyoraki dan mencaci maki seorang penjahat yang
mendapat hukuman. Bahkan pula dilempari dengan batu. Namun beliau (Sang Hyang
Sada Siwa) menangis melihat umat-Nya dalam kesengsaraan. Beliau tidak membenci
malah lebih bersimpati pada mereka yang mengalami nasib buruk seperti itu.
Itulah
keutamaan Hyang Siwa, tidak membenci siapapun, walaupun penjahat kelas kakap
yang dibenci jutaan manusia. Beliau tetap berbelas kasih. Bersedia mengampuni,
asal umat-Nya dengan tulus iklas berserah diri, pasrah total kehadapan-Nya.
Beliau
sendiri yang akan mebimbing dan memutuskan keadilan-Nya. Maka sangat
dianjurkan untuk melaksanakan brata Siwaratri ini kepada siapa saja. Karena
pintu tobat dan pengampunan pada hari itu terbuka lebar-lebar.
dianjurkan untuk melaksanakan brata Siwaratri ini kepada siapa saja. Karena
pintu tobat dan pengampunan pada hari itu terbuka lebar-lebar.
Ada
lagi disebutkan keutamaan brata Siwaratri dalam lontar “Siwaratrikalpa”
buah karya Mpu Tanakung, bahwa jika seseorang mampu melaksanakan laku ;
upawasa, mona brata dan jagra pada hari itu, yang tujuannya memuja Sang Hyang
Sada Siwa, serta memohon pengampunan-Nya maka karmawasananya akan selalu
diperhitungkan oleh sang Surat-atma, kurangi dosa, perbanyaklah bertobat.
buah karya Mpu Tanakung, bahwa jika seseorang mampu melaksanakan laku ;
upawasa, mona brata dan jagra pada hari itu, yang tujuannya memuja Sang Hyang
Sada Siwa, serta memohon pengampunan-Nya maka karmawasananya akan selalu
diperhitungkan oleh sang Surat-atma, kurangi dosa, perbanyaklah bertobat.
Rsi
Empu Tanakung juga mengisyaratkan bahwa brata Siwaratri melebihi semua
jenis yajna. Untuk itulah, seseorang jangan berputus asa jika sudah terlanjur
melakukan kesalahan. Karena Siwaratri bisa dilaksanakan dimana saja (di rumah,
di Pura, di tempat sunyi, bahkan di Lembaga Pemasyarakatan / Penjara). Justru
disinilah mungkin ( di Lemaga Pemasyarakatan) brata Siwaratri itu dilaksanakan
lebih khusuk.
jenis yajna. Untuk itulah, seseorang jangan berputus asa jika sudah terlanjur
melakukan kesalahan. Karena Siwaratri bisa dilaksanakan dimana saja (di rumah,
di Pura, di tempat sunyi, bahkan di Lembaga Pemasyarakatan / Penjara). Justru
disinilah mungkin ( di Lemaga Pemasyarakatan) brata Siwaratri itu dilaksanakan
lebih khusuk.
SIWA RATRI DALAM KONSEPT KEKINIAN DI ZAMAN SERBA INSTANT terungkap dalam Lubdaka Kalpa adalah :
Tilem kepitu
adalah malam yang tergelap dari malam malam lainnya, karena tiada yang
lebih gelap dari ”SAPTATIMIRA” PETENG PITU”
lebih gelap dari ”SAPTATIMIRA” PETENG PITU”
JAGRA : Mengurangi durasi tidur dengan jalan
memperbanyak improvisasi diri dengan mempelejari ilmu - ilmu keagamaan yang
kita yakini ”HINDU”
MONOBRATA : Mengurangi pembicaraan yang tidak baik,
mempitnah, menipu, gosif, serta berbohong, perbanyak dengan melakukan japa
mala.
UPAWASA : mengurangi makan yang berlebihan, serta meyadnyakan
dananya untuk disumbangkan kepada oran - orang yang jauh lebih papa dari kita,
baik itu berupa makanan, maupun berbentuk dana-dana yang lainya seperti Rumah -
sakit, sekolah, serta buku buku agama. Dllnya.
Pemburu Satwa : Mencari tatwa, dengan membunuh
sifat himsa karma ( kebinatangannya, dengan meningkatkan sifat sifat satwan dlm
triguna sakti ).
Naik Kayu dimalam hari : Munggah kayun dengan statement
menghilangkan kegelapan, mulai sejak Siwa linggam dimalam hari, commit untuk
selanjutnya harus berubah, karena hari esok
harus lebih baik dari yang sekarang, itu prinsip
harus lebih baik dari yang sekarang, itu prinsip
Inggih
suksme pisan niki wantah aturan titiang maring Ide dane pare darmika sinamian,
mogi wenten pikenohnyane.
suksme pisan niki wantah aturan titiang maring Ide dane pare darmika sinamian,
mogi wenten pikenohnyane.
Titiang
Dewa Gede Ramayadi
Dewa Gede Ramayadi
Om
Shanti Shanti Shanti Om
Namaste.