DEWA GEDE RAMAYADI

Menu
  • Home
  • SEJARAH
    • MAHAGOTRA TIRTA HARUM
    • SILSILAH
  • SEMETON MAHAGOTRA TIRTA HARUM
    • SEMETON SATRIA TAMANBALI BANGLI NYALIAN
    • SEMETON SATRIA TAMAN BALI
    • SEMETON TITIANG SATRIA TAMAN BALI RING TAMBAHAN
      • SILSILAH TAMBAHAN
  • TUNTUNAN AGAMA HINDU
    • Doa - Doa Hindu
      • Doa - Doa Hindu
      • Kidung - Kidung
      • Dewa Gede Ramayadi
    • Upacara Sudhhi Wadani
    • Rahina Saraswati
    • Rahina Pagerwesi
    • Rahina Galungan - Kuningan
    • Rahina Tumpek Landep
    • Banten Pejati
    • Kidung - Kidung
    • Rentetan Hari Raya GALUNGAN DAN KUNINGAN
  • BOOKS
    • Analisis Kebijakan Publik
      • Analisa Kebijakan Publik
      • Dewa Gede Ramayadi
      • Dewa Gede Ramayadi
    • Analisa Kebijakan Organisasi
    • Analisa Kebijakan Publik
    • Analisa Kebijakan Pariwisata
  • BUDAYA
    • BUDAYA BALI
    • BUDAYA INDONESIA
    • BUDAYA MANCANEGARA
  • BABAD TIRTA HARUM
  • PAKET TOUR OBJEK WISATA BALI
    • PAKET TOUR KELUARGA
    • Obyek Wisata Bali
    • PAKET TOUR 3H2M
    • TOUR BALI
    • BALI
    • LIBURAN DI BALI
    • BALI
    • CHANNEL YOUTUBE
    • HOTEL

Tuesday, June 18, 2019

Analisis Kebijakan Publik

June 18, 2019 No comments

MIA UNR Angkatan 21 tahun 2019
Analisis Kebijakan Publik
Agar diperoleh kebijakan yang tepat dan mampu memecahkan masalah publik serta mampu mencapai apa yang menjadi tujuannya, setiap tahapan dalam proses kebijakan perlu dilakukan analisis, oleh karena itu, pada bagian ini akan dipaparkan tentang konsep analisis kebijakan publik dan bagian berikutnya dipaparkan aplikasi konsep analisis kebijakan pada setiap tahapan proses kebijakan.
     A.   Analisis Kebijkan Publik
Seperti halnya definisi kebijakan publik, banyak pula ditemukan definisi analisis kebijakan publik dalam literatur kebijakan publik Wildasky dalam Leslie A. Pal (1987:9) mengemukan bahwa “Policy analysis is an activity creating problems that can be solved”. Dan juga mendefinisikan analisis kebijakan sebagai “the proces of producing knowledge of and in policy process”. Sedangkan Leslie A. Pal (1987:9) menegaskan bahwa “policy analysis will be defined as the disciplined application of intellect to public problem”.
Berdasarkan beberapa pengertian analisis kebijakan tersebut dikemukakan beberapa ciri analisis kebijakan.
Pertama, analisis kebijakan sebagai aktivitas kognitif (cognitive activity), yakni aktivitas yang berkaitan dengan learning and thinking. Aktivitas tersebut hanya sebagai salah satu aspek dari proses kebijakan (policy process), artinya masalah kebijakan didefinisikan, ditetapkan, dipecahkan, dan ditinjau kembali. Proses tersebut akan melibatkan berbagai pihak, baik pihak yang setuju maupun yang tidak, baik mereka sebagai pemilih maupun sebagai yang dipilih. Selain itu, juga melibatkan kelompok kepentingan dan legislator, birokrat dan media masa. Elemen kognitif memiliki peran sentral dalam proses tersebut, sekalipun tidak dominan. Dikatakan memiliki peran sentral, karena menurut Leslie A.  Pal (1987:19) bahwa proses kebijakan sesungguhnya, hanyalah merupakan proses diskusi dan debat (discussing and debating) ide – ide mereka tentang prioritas, masalah, dan solusinya.”
Aspek kognitif yakni memikirkan tentang posisi seseorang pada masalah kebijakan tertentu yang dilakukan oleh semua orang yang terlibat sejauh mereka dibutuhkan dalam klarifikasi atau justifikasi dan rasionalisasi pandangan atau pendapat mereka. Sungguhpun demikian, analisis kebijakan yang baik dan argumentasi kebijakan yang jelas dan menyakinkan tidak pernah dilakukan. Hal tersebut disebutkan jarang sekali bisa sampai pada kesimpulan, sekalipun hal tersebut menjadi lebih penting, karena proses kebijakan sebagai proses politik yang berusaha memadukan kekuasaan dan kepentingan.
Kedua, analisis kebijakan sebagai bagian dari proses kebijakan secara kolektif sehingga merupakan hasil aktivitas kolektif. Pada tataran analisis awal hanya bisa dilakukan secara individual. Namun demikian, analisis mereka lebih tepat dipahami sebagai kontribusi yang terorganisasi sekaligus sebagai pengetahuan kolektif terhadap masalah kebijakan tertentu.
Hal ini menjadi semakin jelas, ketika seorang menteri meminta kepada penasehatnya untuk melakukan analisis dan melaporkan tentang suatu isu kebijakan. Laporan penasehatnya tadi tidak akan menjadi dasar keputusan mereka. Hal tersebut disebabkan karena masalah kebijakan publik sesungguhnya adalah public itu sendiri. Mereka akan menghasilkan arus informasi hasil analisis dari berbagai sumber, seperti dari laporan surat kabar, representasi kelompak kepentingan, buku dan artikal ilmiah, komite parlementaria dan sebagainya. jika demikian, ketika analisis dilakukan secara individual, pembuatan kebijakan biasanya dibuat didasarkan pada pengetahuan kolektif dan terorganisasi terhadap masalah – masalah kebijakan. Setiap analisis profesional harus memahami fakta tersebut dan implikasinya.
Ketiga, analisis kebijakan sebagai disiplin intelektual terapan. Hal ini berarti masalah kebijakan yang harus dikaji melalui aktivitas dari sejumlah analisis. Aplikasi sederhana berkaitan dengan kebijaksanaan konvensional (conventional wisdom) sekalipun dalam pengertian ini bukan sebagai disiplin. Hal tersebut hanya sebagai refleksi semata. Analisa bisa jadi sesuai dengan kebijaksanaan konvensional dan memanfaatkan sebagai aturan, tergantung kepada dukungannya, namun kita tidak  dapat menerimanya begitu saja. Analisis kebijakan adalah reflektif, kreatif, imajinatif dan eksploratori sekaligus sebagai control diri pada tataran yang terbaik. Analisis kebijakan tidak akan pernah membuang semua asumsi dan beberapa latar yang diperlukan untuk tetap memperkuat hasil analisis. Namun demikian, analisis individual membutuhkannya bukan untuk memperlemah masalah tersebut dan apa yang telah tersedia menunjukan bahwa analisis kebijakan sebagai pengetahuan yang terorganisasi. Asumsi – asumsi dan bias setiap studi tunggal (single study) akan diungkap dan diteliti secara cermat atau seksama oleh orang lain dalam proses kebijakan. Tanggung jawab setiap analisis sekedar “memperjelas” dan memrefleksikan diri sebaik mungkin untuk membantu meningkatkan kejelasan, namun tidak mengamati sampai pada sasarannya.
Keempat, analisis kebijakan berkaitan dengan masalah – masalah publik (public problems). Tidak semua masalah masuk ranah publik bahkan ketika masalah tersebut melibatkan sejumlah besar orang. Masalah public memiliki dampak pada masyarakat atau beberapa orang yang berkepentingan sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, tidak mengherankan manakala memperdebatkan kebijakan yang berkaitan dengan apakah masalah – masalah tersebut merupakan masalah public dalam pengertian ini dan hal tersebut menjadi target dari aksi kebijakan (policy action).
Tumbuhnya negara pada abad sekarang ini bisa jadi dipandang sebagai bagian dari proses yang pada awalnya merupakan masalah pribadi (private problems) menjadi masalah public, seperti apa yang telah didefinisikan sebelumnya. dengan kata lain, masalah tersebut pada awalnya sebagai masalah pribadi atau keluarga, namun pada perkembangannya didefinisikan sebagai masalah social atau masalah public. Oleh karena itu, analisis kebijakan bisa jadi mempertimbangkan masalah pribadi dan aksi pribadi (private action and private problems).
Sekalipun tidak berhubungan dengan isu atau kebijakan public.

     B.     Analisis kebijakan dan ilmu pengetahuan
Para analisis dan penasehat kebijakan menerapkan ketrampilan intelektual mereka dalam mengkaji masalah – masalah public (public problems). Biasanya mereka tidak dilatih dalam ilmu murni (natural science) sekalipum menghasilkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan walaupun mereka tidak mempelajari masalah public itu sendiri. Analisis kebijakan lebih langsung berhubungan dengan ilmu social terutama ilmu politik, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, dan ilmu hokum. Hal tersebut menjadi semakin jelas ketika mengingat bahwa analisis kebijakan berfokus pada masalah public atau masalah – masalah yang berkaitan dengan bagaimana masyarakat mengordinasikan dirinya, dan melaksanakan semua urusannya.
Menurut pandangan ini, masalah kebijakan berkaitan dengan masalah social dan masalah manusia, bukan pada apa yang dilakukan tetapi pada apa yang seharusnya dilakukan terhadap masalah public tesebut.
Leslie A.pal (1987:22) membedakan analisis kebijakan dalam dua macam katagori yakni analisis kebijakan terapan (applied policy analisis) dan analisis kebijakan akademis (academic policy analysis).
Sementara itu, Leslie A.pal (1987:23) juga mengemukakan bahwa terdapat tiga elemen atau komponen dalam proses kebijakan yang bisa jadi sesuai dengan target dari analisis yaitu :
1.      Terdapat factor determinan utama dalam setiap kebijakan yang menghasilkan kebijakan.determinan bisa berasal kekuatan dari luar seperti : tingkat pertumbuhan ekonomi, budaya politik, terjadi konflik antar partai dan ekspose antar media masa.
2.      Terdapat isi (content) kebijakan yang termasuk maksud dan tujuan kebijakan, pendefinisian masalah dan instrument kebijakan pemerintah.
3.      Terdapat dampak kebijakan, dampak kebijakan dibedakan dalam dua macam : yakni dampak yang diharapkan dan dampak yang tidak diharapkan (intended and unintended).
Perbedaan analisis kebijakan akademis dengan analisis kebijikan terapan dapat digambarkan sebagaimana tampak dalam table berikut :
 
Academic policy Analisis
Applied Policy Analisis
Focus
Theory “Big Question”
Spesific policy : specific problem
Mode of Analysis
Explanation
Evaluation
Goal
Understand policies
Change policies
Research Agenda
Independent 
Client determined
Duration of Analysis
Lengthy
Short
Value Orientation
Strive for “objectivity” Neutrality
Accept client values; advocate “improvement”

Kedua tipe analisis kebijakan tersebut pada dasarnya berbeda dalam hal melayani dan tujuannya. Kebanyakan analisis kebijakan akademis dilakukan oleh Universitas dan beberapa lembaga think tanks independen, seperti institute for research on public policy. Sementara itu, analisa kebijakan terapan bekerja pada pemerintah, konsultan perusahaan swasta, dan kelompok – kelompok kepentingan.
C.     Gaya analisis kebijakan (styles of policy analisis)
Analisis kebijakan sebagai disiplin intelektual terapan terhadap masalah public yang mengunakan sejumlah teknik dan gaya (techniques and styles), tergantung kepada masalah dan orientasi para analis ( problem and orientation of the analyst). Gaya analitis (an analytical style) mengemukan focus tertentu, berorientasi pada sejumlah pertanyaan tertentu yang akan ditanyakan, asumsi – asumsi yang dibuat, dan potret atau gambaran suatu kebijakan. lebih jauh gaya analisis kebijakan bertumpu pada suatu disiplin sehingga para ilmuwan politik cenderung menganalisis kebijakan public berbeda dengan ilmu sosiologi, sejarah dan ekonomi.
Menurut Leslie A.Pal (1987:27) paling tidak terdapat tiga macam gaya analisis kebijakan (style of policy analysis) yakni :
1.      Deskriptif mencakup analisis isi (content analysis).
2.      Analisis sejarah (historical analysis).
3.      Proses dan evaluasi yang mencakup evaluasi logika, empiris dan etika.
Sebagai gaya analisis, mereka tidak binggung dengan teori – teori atau bingkai kerja (framework) dalam menjelaskan kebijakan public.
Gaya merefleksikan orientasi atau postur intelektual terhadap masalah – masalah atau pertanyaan – pertanyaan kebijakan.

      D.    Model Analisis Kebijakan
Mengkritisi kebijakan (policy analysis) menurut wayne parson dalam lembaga administrasi negara (2002:1) dapat dipelajari melalui pendekatan yaitu :
1.      Analysis of the policy process.
2.      Analysis in and for the policy process.

Pengertian Analisis Kebijakan Publik
1. Pengertian Analisis Kebijakan Publik
William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Salah satu esensi kehadiran kebijakan publik (public policy) adalah memecahkan masalah yang berkembang di masyarakat secara benar. Meskipun demikian, kegagalan sering terjadi karena kita memecahkan masalah secara tidak benar. Analisis kebijakan publik (public policy analysis) merupakan upaya untuk mencegah kegagalan dalam pemecahan masalah melalui kebijakan publik. Oleh karena itu, kehadiran analisis kebijakan berada pada setiap tahapan dalam proses kebijakan publik (public policy process).
Analisis kebijakan publik adalah ilmu yang menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan publik. Produk analisis kebijakan publik adalah nasehat. Kebijakan yang diambil akan mempunyai biaya dan manfaat sosial tertentu. Kebijakan tersebut dapat relatif menguntungkan suatu kelompok dan relatif merugikan kelompok lainnya.
2.   Analisis Kebijakan Publik dan Analisnya
Analisis kebijakan publik mempunyai tujuan yang bersifat penandaan (designative) dengan pendekatan empiris (berdasarkan fakta), bersifat penilaian dengan pendekatan evaluatif dan bersifat anjuran dengan pendekatan normatif. Prosedur analisis berdasarkan letak waktu dalam hubungannya dengan tindakan dibagi dua yaitu ex ante dan ex post. Prediksi dan rekomendasi digunakan sebelum tindakan diambil atau untuk masa datang (ex ante), sedangkan deskripsi dan evaluasi digunakan setelah tindakan terjadi atau dari masa lalu (ex post). Analisis ex post berhubungan dengan analisis kebijakan retrospektif yang biasa dilakukan oleh ahli ahli ilmu sosial dan politik, sedangkan analisis ex ante berhubungan dengan analisis kebijakan prospektif yang biasa dilakukan oleh ahli-ahli ekonomi, sistem analisis dan operations research. Analisis kebijakan biasanya terdiri dari perumusan masalah, peliputan, peramalan, evaluasi, rekomendasi dan kesimpulan.
Analis kebijakan adalah seseorang yang melakukan analisis kebijakan. Yang diperlukan oleh seorang analis :
1.      Analis harus tahu bagaimana mengumpulkan, mengorganisasikan dan mengkomunikasi informasi dalam situasi dimana waktu dan informasi terbatas. Mereka harus dapat membuat strategi untuk mengerti secara cepat problem untuk analisis kebijakan tersebut dan sejumlah solusi yang mungkin. Mereka harus dapat mengidentifikasi secara cepat, paling tidak secara kwalitatip, biaya dan manfaat untuk masing-masing alternatif dan mengkomunikasikan penilaian tersebut dengan klien.
2.      Analis membutuhkan perspektif (pandangan) untuk meletakkan problem sosial yang dihadapi kedalam konteks, memahami kegagalan pasar dan kegagalan pemerintah.
3.      Analis membutuhkan kemampuan teknis untuk memperkirakan kebijakan-kebijakan apa yang diperlukan bagi masa datang yang lebih baik dan mengevaluasi konsekwensi pilihan-pilihan kebijakan yang lebih baik. Ekonomi (mikro dan keuangan publik) dan statistik diperlukan untuk hal tersebut.
4.      Analis harus mengerti institusi dan implementasi dari masalah yang diamati untuk dapat meramalkan akibat dari kebijakan yang dipilih. Dengan mengerti pandangan klien dan lawannya, analis dapat menyusun fakta dan argumentasi secara lebih efektif.
5.      Analis harus mempunyai etika (moral).
6.      Tiga macam peranan analis kebijakan :
1.    Analis Obyektif :
     Mereka menyatakan keadaan apa adanya dalam analisisnya dan membiarkan analisis menyatakan kebenaran. Kepentingan politik klien adalah nomor dua. Fokusnya terutama adalah memperkirakan akibat-akibat dari kebijakan-kebijakan alternatip. Mereka sadar bahwa klien adalah politikus yang seringkali tidak obyektif. Walaupun demikian klien dapat memberikan informasi yang menyebabkan analis bisa bekerja pada isyu-isyu yang menarik. Meskipun analis memberikan beberapa alternatif kebijakan dan akibat-akibatnya, keputusan terakhir pemilihan alternatip tetap berada ditangan klien. Analis obyektif biasanya berusaha menjaga jarak dengan klien dan lebih menyukai bekerja untuk institusi daripada bekerja untuk pribadi. Banyak diantara analis ini yang pekerjaan tetapnya adalah diperguruan tinggi.
2.    Pembela Klien
Mereka jarang memberikan kesimpulan-kesimpulan yang definitif dan justru menggunakan kesamaran tersebut demi kepentingan klien. Mereka harus loyal kepada klien (pejabat) sebagai imbalan bagi jabatan yang diberikan kepadanya, misal sebagai asisten, penasehat, staf ahli atau konsultan. Itulah sebabnya banyak pejabat pemerintah atau konsultan yang tidak bisa berkomentar sebebas analis obyektif (misal dari perguruan tinggi) atau analis isyu (dari orsospol atau LSM) walaupun kemampuannya sama. Biasanya mereka memilih klien dengan system nilai yang sesuai. Seyogyanya dalam jangka panjang mereka berusaha merubah klien supaya menjadi lebih bermoral.
3.    Pembela Isyu
Mereka jarang memberikan kesimpulan-kesimpulan yang defenitif dan justru menguatkan kesamaran tersebut dan membuang hal-hal yang tidak menguntungkan jika diperkirakan hasil analisisnya tidak mendukung pembelaan isyu tersebut. Klien yang memberikan kesempatan untuk pembelaan isyu tersebut, dipilih berdasarkan persamaan kepentingan. Contoh pembela isyu adalah lembaga bantuan hukum dan lembaga konsumen. Seyogyanya analisisnya berguna untuk membangun masyarakat yang lebih baik.
Pertimbangan kebijakan seringkali lebih bersifat politis dibandingkan bersifat obyektif sehingga bisa saja analis tidak bisa melakukan apa yang diminta klien. Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi, diantaranya dia bisa memprotes dengan menyatakan apa yang diminta klien tersebut tidak etis. Apabila protesnya bisa menyadarkan klien atau karena sesuatu hal analis jadi menuruti klien maka persoalannya selesai. Apabila tidak, analis bisa saja meminta berhenti dari pekerjaannya atau dia tetap bekerja pada klien tetapi tidak loyal (selingkuh) dengan membocorkan kelemahan-kelemahan kebijakan tersebut dan kelemahan klien ke pihak lain.
Subarsono mengemukakan suatu kerangka kerja kebijkan publik dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam melakukan analisis kebijakan publik, yang ditentukan beberapa variablel, sebagai berikut :
1.        Tujuan akan dicapai;
2.        Preferensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan.
3.        Sumber daya yang mendukung kebijakan.
4.        Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembutan kebijkan;
5.        Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya.
3.     Kecakapan-Kecakapan Seorang Analis Kebijakan
Seorang Analis Kebijakan Harus Memiliki Kecakapan-kecakapan sebagai     berikut :
1.             Mampu cepat ambil fokus pada kriteria keputusan yang paling sentral
2.             Mempunyai kemampuan analisis multi-disiplin
3.             Mampu memikirkan jenis-jenis tindakan kebijakan yang dapat diambil
4.             Mampu gunakan metode paling sederhana yang tepat dan gunakan logika desain metode,
5.             Mampu mengatasi ketidak pastian
6.             Mampu mengemukakan dengan angka secara kuantitatif dan asumsi kualitaitf
7.             Mampu buat rumusan analisa sederhana namun jelas
8.             Mampu memeriksa fakta-fakta yang diperlukan
9.             Mampu meletakkan diri dlm posisi orang lain (empati) sbg pengambil kebijakan publik
10.        Mampu menahan diri hanya utk memberikan analisis kebijakan, bukan keputusan
11.        Mampu mengatakan”Ya” atau “Tidak” pada usulan yang masuk, namun juga mampu memberikan definisi dan analisa dri usulan tersebut
12.        Mampu menyadari bahwa tidak ada kebijakan yang sama sekali benar, rasional dan komplet
13.        Mampu memahami bahwa ada batas-batas intervensi kebijakan publik
14.        Mempunyai etika profesi yang tinggi 
4.       Kriteria Analisa Kebijakan yang baik
Nugroho berpendapat bahwa suatu analisa kebijakan yang baik ialah bersifat deskriptif karena memang peranannya memberikan rekomendasi kebijakan yang patut diambil oleh eksekutif. Setiap analisa kebijakan publik selalu menyusun struktur analisanya.
Tugas Analisis Kebijakan Publik yaitu:
1.        Membantu merumuskan cara untuk mengatasi atau memecahkan masalah kebijkan public.
2.        Menyediakan informasi tentang apa konsekuensi dari alternatif kebijakan.
3.        Mengidentifikasi isu dan masalah kebijakan publik yang perlu menjadi agenda kebijakan pemerintah.


Formulasi Masalah Kebijakan Publik
Dalam merumuskan kebijakan public (policy problem formulation) sebagaimana dikemukan sebelumnya diawali oleh perumusan masalah. Jika masalah telah dirumuskan dengan baik dan benar maka kebijakan yang diambil akan tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, dalam merumuskan kebijakan public, persoalan mendasar adalah merumuskan masalah kebijakan (policy problems), proses merumuskan masalah kebijakan menurut William N. Dunn (1998:244) dibedakan dalam empat macam fase yang saling tergantung yaitu :
1.      Pencarian masalah
2.      Pendefinisian masalah
3.      Spesifikasi masalah
4.      Pengendalian masalah
Tahap perumusan masalah diawali dengan pengakuan atau dirasakannya keberadaan situasi masalah. Situasi masalah dapat dilakukan dengan menemukenali (scanning) terhadap masalah (pengenalan masalah). Dari situasi masalah tadi kemudian di cari masalah. Biasanya yang didapat adalah setumpuk masalah yang paling terkait. Kumpulan yang saling terkait namum belum terstruktur tadi disebut dengan meta masalah.
Setumpuk masalah tersebut, dapat dipecahkan secara serentak, namun harus didefinisikan terlebih dahulu masalah mana yang menjadi masalah public. Hasil pendefinisian dari setemupuk masalah yang belum terstruktur tadi menghasilkan masalah substantif.
Secara diagramatis empat fase proses perumusan masala.
Secara singkat dapat dijelaskan kegiatan pengenalan masalah menghasilkan situasi masalah. Kegiatan pencarian masalah menghasilkan meta masalah.
Kegiatan pendefinisian meta masalah menghasilkan masalah substantive, dan kegiatan spesifikasi masalah substantif menghasilkan masalah formal.
Sebagai contoh sederhana analisis formulasi masalah kebijakan (policy problem formulation) dapat dilihat table di bawah ini :
No
Tahapan
Masalah
1
Situasi Masalah
PKL Menganggu Penduduk
2
Meta Masalah
·       Tempat PKL tidak tertata rapi
·       PKL tumbuuh subur
·       PKL produk sampah
·       PKL menganggu keindahan kota
·       Perilaku PKL seenaknya
3
Masalah substantif
·       PKL tumbuh subur
·       Tempat PKL tidak tertata rapi
·       Perilaku PKL
4
Masalah formal
·       Perilaku PKL

Table tersebut menggambarkan setelah dilakukan kegiatan menemukenali (scanning) masalah PKL, diperoleh situasi masalah, yaitu : PKL menggangu penduduk dalam suatu area tertentu. Kegiatan lebih lanjut adalah melakukan pencarian masalah – masalah mengapa PKL menggangu penduduk, hasilnya berupa meta masalah. Meta masalah ini merupakan setumpuk masalah yang belum terstruktur atau belum menunjukan hubungan atau kaitan antara masalah satu dengan masalah yang lainnya dan belum diketahui mana sebab dan mana akibatnya, masalah mana yang memiliki hubungan atau kaitan yang erat antara masalah satu dengan masalah lainnya. Hasil pencarian masalah PKL ini misalnya ditemukan beberapa masalahyang ada didalamnya, seperti  tempat jualan PKL tidak tertata rapi, PKL mengalami tumbuh subur, PKL menghasilkan sampah dan bau tidak sedap, pemandangan kota tertanggu menjadi kumuh, tidak indah dan tidak nyaman, kemacetan lalu lintas, criminal meningkat, sikap dan perilaku PKL seenaknya sendiri, dan sebagainya.
Masalah formal ini yang menjadi masalah kebijakan dalam kasus ini adalah sikap dan perilaku PKL yang seenaknya sendiri. Sikap dan perilaku demikian ini mengakibatkan tempat penjualan PKL tidak tertata rapi, oleh karena itu jika masalah formal kebijakan ini dapat diatasi dengan kebijakan public maka masalah lain sebagaimana telah di sebutkan akan diatasi dengan sendirinya.

Mendesain Kebijakan (Policy Design)
Berdasarkan masalah kebijakan yang telah dirumuskan (masalah formal) kemudian dicarikan solusi berupa kebijakan public apa yang perlu diambil. Untuk menemukan kebijakan apa yang sebaiknya diambil perlu dilakukan analisis terhadap masalah kebijakan tersebut.
Mustofadidjaja (2003) mengemukakan terdapat tujuh langkah (tahapan) dalam melakukan analisis kebijakan.
Dari tujuh langkah tersebut bisa kita lihat seperti dibawah ini yaitu :
1.      Tahap Pengkajian Persoalan.
Pada tahap ini, tujuannya untuk menemukan dan memahami hakikat permasalahan yang berhasil diidentifikasi yang dihadapi oleh organisasi. Tahap ini, “menghendaki perlunya dirumuskan masalah yang dihadapi oleh organisasi secara jelas dan tegas”. Bila perlu ditunjukan hubungan kausal (sebab akibat) dari permasalahan yang telah berhasil diidentifikasi sebelumnya.
2.      Penetapan Tujuan dan Sasaran Kebijakan.
Tujuan adalah akibat yang secara sadar ingin dicapai atau ingin dihindari. Setiap kebijakan biasanya bertujuan untuk mencapai kebaikan – kebaikan lebih banyak dan mencegah timbul nya keburukan – keburukan atau kerugian – kerugian semaksimal mungkin. Tujuan dan sasaran kebijakan intervensi harus dirumus kan dengan jelas dan tegas.
Penetapan tujuan dan sasaran (goal and objectives) yang ingin dicapai dari kegiatan intervensi masalah yang di hadapi organisasi telah ditetapkan tadi. Tujuan dan sasaran ini perlu ditetapkan terlebih dahulu, disamping dapat dijadikan dasar pijakan dalam merumuskan alternatif intervensi apa yang diperlukan, juga dapat dijadikan standar penilaian apakah langkah intervensi yang dilakukan dapat dikatakan “berhasil atau gagal”. Jika kebijakan yang dibuat oleh organisasi terhadap masalah yang akan di intervensi mampu mancapai atau mewujudkan tujuan dan sasaran, maka intervensi yang dilakukan oleh organisasi tersebut dapat dikatakan berhasil, atau sebaliknya dapat dikatakan gagal.
3.      Penyusunan Model
Penyederhanaan hubungan kausal masalah yang dihadapi organisasi, disebut dengan “penyusunan model” model merupakan wujud dari penyederhanaan kenyataan permasalahan yang dihadapi oleh organisasi dalam bentuk hubungan kausal atau fungsional. Model ini dapat dituangkan dalam berbagai bentuk, namun yang sering digunakan adalah dalam skematis model, seperti Flow chart dan arrow diagram.
4.      Perumusan Alternatif Kebijakan
Alternatif kebijakan intervensi ini merupakan sejumlah alat atau cara yang dapat dipergunakan untuk mencapai langsung atau tidak langsung sejumlah tujuan dan sasaran yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya.
Setiap alternative kebijakan untuk mengintervensi masalah yang di hadapi oleh organisasi harus diawali dengan penjelasan kerangka logika berkaitan dengan kemungkinan – kemungkinan yang akan muncul dalam kerangka mengintervensi masalah organisasi yang telah ditetapkan. Kemungkinan tersebut baik yang bersifat positif (intended impacts) maupun yang bersifat negative (unintended impacts).
5.      Penentuan Kriteria Pemilihan Alternatif Kebijakan.
Untuk memilih dan menetapkan alternative langkah intervensi tentu diperlukan parameter atau kriteria. Banyak parameter atau kriteria yang bisa digunakan untuk memilih alternative langkah intervensi ini.
Salah satu parameter atau kriteria yang akan digunakan pada penentuan kriteria pemilihan alternative kebijakan berupa yaitu :
a.      Technical feasibility.
b.      Economic and financial viability.
c.      Political viability.
d.      Administrative operability.
Kriteria penilaian alternative kebijakan :
No
Kriteria
Dimensi
1
Technical feasibility
Efektivitas pencapaian tujuan
2
Economic and financial feasibility
Efisiensi (biaya dan hasil)
3
Political viability
·        Acceptability
·        Appropriateness
·        Responsiveness
·        Legal suitability
·        Equity
4
Administrative operability
Dapat diimplementasikan pada konteks social, politik, dan administrasi yang berlaku



6.      Penilaian Alternative Kebijakan.
Setiap alternative langkah intervensi dilakukan penilaian dengan mengunakan parameter atau kriteria sebagaimana telah disebutkan. Tujuan penilaian alternative ini adalah untuk mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektivitas, efisiensi, dan visibilitas setiap alternative yang diajukan dalam mencapai apa yang menjadi tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Melalui penilaian ini akan ditemukan alternative intervensi yang paling efektif, efisiensi, dan visible dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh organisasi.
7.      Perumusan Rekomendasi Kebijakan.
Setelah diketahui alternative kebijakan yang memperoleh nilai (score) terbesar, langkah selanjutnya adalah menyusun rekomendasi alternative kebijakan intervensi masalah yang dihadapi oleh organisasi.
Perolehan nilai (score) tertinggi dengan mengunakan  kriteria penilaian tersebut merupakan alternative kebijakan yang sebaiknya dipilih atau diambil. Artinya secara teknis kebijakan tadi visible dalam mencapai tujuan dan sasaran kebijakan (efektivitas), secara ekonomis tidak banyak membutuhkan biaya besar dan dapat mendatangkan hasil atau keuntungan besar (efisiensi), secara politis paling banyak memperoleh dukungan politik (political sponsorship),dan secara administrasi sangat besar kemungkinannya dapat dilaksanakan (administrative operability).
Disamping perlu alternative kebijakan intervensi yang direkomendasikan ditetapkan dan disahkan agar memiliki kekuatan hokum, juga harus dilaksanakan dengan sungguh – sungguh dan konsisten agar alternative kebijakan intervensi yang dipilih bener – benar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Sebelum mengajukan alternative kebijakan intervensi apa yang harus dipilih, masih perlu pertimbangan – pertimbangan jauh kedepan, yang bersifat komprehensif, holistic, integrative  dan prospektif. Oleh karena itu perlu memikirkan masalah potensial yang berpotensi memengaruhi pelaksanaan alternative kebijakan intervensi masalah pelayanan masyarakat tersebut.

by : Dewa Gede Ramayadi


Read More
Newer Posts Older Posts Home

KSATRIA BRAHMANA WANGSA TREH TIRTA HARUM SATRIA TAMAN BALI "IDEWA TAMBAHAN" di TAMBAHAN KELOD

dewa gede ramayadi
View my complete profile

Recent Posts

Arsip Pencerahan Dumogi Mapikenoh

  • ►  1998 (2)
    • ►  May (1)
    • ►  August (1)
  • ►  1999 (1)
    • ►  August (1)
  • ►  2000 (1)
    • ►  August (1)
  • ►  2002 (1)
    • ►  August (1)
  • ►  2011 (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2012 (6)
    • ►  February (2)
    • ►  May (1)
    • ►  June (1)
    • ►  July (2)
  • ►  2013 (1)
    • ►  September (1)
  • ►  2014 (3)
    • ►  April (2)
    • ►  August (1)
  • ►  2016 (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2017 (4)
    • ►  April (2)
    • ►  June (1)
    • ►  September (1)
  • ▼  2019 (4)
    • ►  January (1)
    • ▼  June (1)
      • Analisis Kebijakan Publik
    • ►  July (1)
    • ►  September (1)
  • ►  2020 (2)
    • ►  February (1)
    • ►  October (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2025 (1)
    • ►  April (1)

Popular Posts

  • BABAD LELUHUR MAHA GOTRA TIRTA HARUM
    Om Swastyastu, BABAD LELUHUR  MAHA GOTRA TIRTA HARUM Tiga Tokoh sejarah yang menjadi legenda di Bali masing-masing D...
  • LANDASAN DASAR, TATA CARA, PERSIAPAN, MANTRAM KRAMANING SEMBAH dan DOA SEHARI - HARI HINDU
    Om Swastyastu, Sembahyang atau sering juga disebut muspa kramaning sembah  merupakan jalan dan salah satu cara Memuja Tuhan. salah s...
  • KIDUNG - KIDUNG
    KIDUNG DEWA YADNYA Kawitan Warga Sari - Pendahuluan sembahyang Purwakaning angripta rumning wana ukir. Kahadang labuh. Ka...

Categories

  • GALUNGAN --> RANGKAIAN UPACARA DAN MAKNA FILOSOFINYA
  • HARI RAYA SIWARATRI
  • LANDASAN DASAR
  • MANTRAM KRAMANING SEMBAH dan DOA SEHARI - HARI HINDU
  • PANCA SRADHA
  • PENGERTIAN DAN MAKNA UPACĀRA MAPANDES (POTONG GIGI)
  • PERSIAPAN
  • SEJARAH AGAMA HINDU
  • TATA CARA

Report Abuse

Followers

Search This Blog

Link list 3

  • GALUNGAN --> RANGKAIAN UPACARA DAN MAKNA FILOSOFINYA (1)
  • HARI RAYA SIWARATRI (1)
  • LANDASAN DASAR (1)
  • MANTRAM KRAMANING SEMBAH dan DOA SEHARI - HARI HINDU (1)
  • PANCA SRADHA (1)
  • PENGERTIAN DAN MAKNA UPACĀRA MAPANDES (POTONG GIGI) (1)
  • PERSIAPAN (1)
  • SEJARAH AGAMA HINDU (1)
  • TATA CARA (1)

Dumogi Rahayu Semeton Titiang Sareng Sami

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.

Copyright © DEWA GEDE RAMAYADI