MIA UNR Angkatan 21 tahun 2019
Analisis Kebijakan Publik
Agar diperoleh kebijakan yang tepat dan
mampu memecahkan masalah publik serta mampu mencapai apa yang menjadi
tujuannya, setiap tahapan dalam proses kebijakan perlu dilakukan analisis, oleh
karena itu, pada bagian ini akan dipaparkan tentang konsep analisis kebijakan
publik dan bagian berikutnya dipaparkan aplikasi konsep analisis kebijakan pada
setiap tahapan proses kebijakan.
A. Analisis Kebijkan Publik
Seperti
halnya definisi kebijakan publik, banyak pula ditemukan definisi analisis
kebijakan publik dalam literatur kebijakan publik Wildasky dalam Leslie A. Pal
(1987:9) mengemukan bahwa “Policy analysis is an activity creating problems
that can be solved”. Dan juga mendefinisikan analisis kebijakan sebagai “the
proces of producing knowledge of and in policy process”. Sedangkan Leslie A.
Pal (1987:9) menegaskan bahwa “policy analysis will be defined as the
disciplined application of intellect to public problem”.
Berdasarkan
beberapa pengertian analisis kebijakan tersebut dikemukakan beberapa ciri
analisis kebijakan.
Pertama,
analisis kebijakan sebagai aktivitas kognitif (cognitive activity), yakni
aktivitas yang berkaitan dengan learning and thinking. Aktivitas tersebut hanya
sebagai salah satu aspek dari proses kebijakan (policy process), artinya
masalah kebijakan didefinisikan, ditetapkan, dipecahkan, dan ditinjau kembali.
Proses tersebut akan melibatkan berbagai pihak, baik pihak yang setuju maupun
yang tidak, baik mereka sebagai pemilih maupun sebagai yang dipilih. Selain itu,
juga melibatkan kelompok kepentingan dan legislator, birokrat dan media masa.
Elemen kognitif memiliki peran sentral dalam proses tersebut, sekalipun tidak
dominan. Dikatakan memiliki peran sentral, karena menurut Leslie A. Pal (1987:19) bahwa proses kebijakan
sesungguhnya, hanyalah merupakan proses diskusi dan debat (discussing and
debating) ide – ide mereka tentang prioritas, masalah, dan solusinya.”
Aspek
kognitif yakni memikirkan tentang posisi seseorang pada masalah kebijakan
tertentu yang dilakukan oleh semua orang yang terlibat sejauh mereka dibutuhkan
dalam klarifikasi atau justifikasi dan rasionalisasi pandangan atau pendapat
mereka. Sungguhpun demikian, analisis kebijakan yang baik dan argumentasi
kebijakan yang jelas dan menyakinkan tidak pernah dilakukan. Hal tersebut
disebutkan jarang sekali bisa sampai pada kesimpulan, sekalipun hal tersebut
menjadi lebih penting, karena proses kebijakan sebagai proses politik yang
berusaha memadukan kekuasaan dan kepentingan.
Kedua,
analisis kebijakan sebagai bagian dari proses kebijakan secara kolektif
sehingga merupakan hasil aktivitas kolektif. Pada tataran analisis awal hanya
bisa dilakukan secara individual. Namun demikian, analisis mereka lebih tepat
dipahami sebagai kontribusi yang terorganisasi sekaligus sebagai pengetahuan
kolektif terhadap masalah kebijakan tertentu.
Hal ini menjadi semakin jelas, ketika
seorang menteri meminta kepada penasehatnya untuk melakukan analisis dan
melaporkan tentang suatu isu kebijakan. Laporan penasehatnya tadi tidak akan
menjadi dasar keputusan mereka. Hal tersebut disebabkan karena masalah
kebijakan publik sesungguhnya adalah public itu sendiri. Mereka akan
menghasilkan arus informasi hasil analisis dari berbagai sumber, seperti dari
laporan surat kabar, representasi kelompak kepentingan, buku dan artikal
ilmiah, komite parlementaria dan sebagainya. jika demikian, ketika analisis
dilakukan secara individual, pembuatan kebijakan biasanya dibuat didasarkan
pada pengetahuan kolektif dan terorganisasi terhadap masalah – masalah
kebijakan. Setiap analisis profesional harus memahami fakta tersebut dan
implikasinya.
Ketiga, analisis kebijakan sebagai
disiplin intelektual terapan. Hal ini berarti masalah kebijakan yang harus
dikaji melalui aktivitas dari sejumlah analisis. Aplikasi sederhana berkaitan
dengan kebijaksanaan konvensional (conventional wisdom) sekalipun dalam
pengertian ini bukan sebagai disiplin. Hal tersebut hanya sebagai refleksi
semata. Analisa bisa jadi sesuai dengan kebijaksanaan konvensional dan
memanfaatkan sebagai aturan, tergantung kepada dukungannya, namun kita
tidak dapat menerimanya begitu saja.
Analisis kebijakan adalah reflektif, kreatif, imajinatif dan eksploratori
sekaligus sebagai control diri pada tataran yang terbaik. Analisis kebijakan
tidak akan pernah membuang semua asumsi dan beberapa latar yang diperlukan
untuk tetap memperkuat hasil analisis. Namun demikian, analisis individual
membutuhkannya bukan untuk memperlemah masalah tersebut dan apa yang telah
tersedia menunjukan bahwa analisis kebijakan sebagai pengetahuan yang
terorganisasi. Asumsi – asumsi dan bias setiap studi tunggal (single study)
akan diungkap dan diteliti secara cermat atau seksama oleh orang lain dalam
proses kebijakan. Tanggung jawab setiap analisis sekedar “memperjelas” dan memrefleksikan
diri sebaik mungkin untuk membantu meningkatkan kejelasan, namun tidak
mengamati sampai pada sasarannya.
Keempat, analisis kebijakan berkaitan
dengan masalah – masalah publik (public problems). Tidak semua masalah masuk
ranah publik bahkan ketika masalah tersebut melibatkan sejumlah besar orang.
Masalah public memiliki dampak pada masyarakat atau beberapa orang yang
berkepentingan sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, tidak mengherankan
manakala memperdebatkan kebijakan yang berkaitan dengan apakah masalah –
masalah tersebut merupakan masalah public dalam pengertian ini dan hal tersebut
menjadi target dari aksi kebijakan (policy action).
Tumbuhnya negara pada abad sekarang
ini bisa jadi dipandang sebagai bagian dari proses yang pada awalnya merupakan
masalah pribadi (private problems) menjadi masalah public, seperti apa yang
telah didefinisikan sebelumnya. dengan kata lain, masalah tersebut pada awalnya
sebagai masalah pribadi atau keluarga, namun pada perkembangannya didefinisikan
sebagai masalah social atau masalah public. Oleh karena itu, analisis kebijakan
bisa jadi mempertimbangkan masalah pribadi dan aksi pribadi (private action and
private problems).
Sekalipun tidak berhubungan dengan
isu atau kebijakan public.
B.
Analisis kebijakan dan ilmu pengetahuan
Para
analisis dan penasehat kebijakan menerapkan ketrampilan intelektual mereka
dalam mengkaji masalah – masalah public (public problems). Biasanya mereka
tidak dilatih dalam ilmu murni (natural science) sekalipum menghasilkan
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan walaupun mereka tidak mempelajari
masalah public itu sendiri. Analisis kebijakan lebih langsung berhubungan
dengan ilmu social terutama ilmu politik, ekonomi, sejarah, sosiologi,
antropologi, dan ilmu hokum. Hal tersebut menjadi semakin jelas ketika
mengingat bahwa analisis kebijakan berfokus pada masalah public atau masalah –
masalah yang berkaitan dengan bagaimana masyarakat mengordinasikan dirinya, dan
melaksanakan semua urusannya.
Menurut
pandangan ini, masalah kebijakan berkaitan dengan masalah social dan masalah
manusia, bukan pada apa yang dilakukan tetapi pada apa yang seharusnya
dilakukan terhadap masalah public tesebut.
Leslie
A.pal (1987:22) membedakan analisis kebijakan dalam dua macam katagori yakni
analisis kebijakan terapan (applied policy analisis) dan analisis kebijakan
akademis (academic policy analysis).
Sementara
itu, Leslie A.pal (1987:23) juga mengemukakan bahwa terdapat tiga elemen atau
komponen dalam proses kebijakan yang bisa jadi sesuai dengan target dari
analisis yaitu :
1. Terdapat
factor determinan utama dalam setiap kebijakan yang menghasilkan
kebijakan.determinan bisa berasal kekuatan dari luar seperti : tingkat
pertumbuhan ekonomi, budaya politik, terjadi konflik antar partai dan ekspose
antar media masa.
2. Terdapat
isi (content) kebijakan yang termasuk maksud dan tujuan kebijakan,
pendefinisian masalah dan instrument kebijakan pemerintah.
3. Terdapat
dampak kebijakan, dampak kebijakan dibedakan dalam dua macam : yakni dampak
yang diharapkan dan dampak yang tidak diharapkan (intended and unintended).
Perbedaan
analisis kebijakan akademis dengan analisis kebijikan terapan dapat digambarkan
sebagaimana tampak dalam table berikut :
Kedua tipe analisis kebijakan tersebut pada dasarnya berbeda dalam hal melayani dan tujuannya. Kebanyakan analisis kebijakan akademis dilakukan oleh Universitas dan beberapa lembaga think tanks independen, seperti institute for research on public policy. Sementara itu, analisa kebijakan terapan bekerja pada pemerintah, konsultan perusahaan swasta, dan kelompok – kelompok kepentingan.
Academic policy Analisis
|
Applied Policy Analisis
|
|
Focus
|
Theory “Big Question”
|
Spesific policy : specific
problem
|
Mode of Analysis
|
Explanation
|
Evaluation
|
Goal
|
Understand policies
|
Change policies
|
Research Agenda
|
Independent
|
Client determined
|
Duration of Analysis
|
Lengthy
|
Short
|
Value Orientation
|
Strive for “objectivity”
Neutrality
|
Accept client values; advocate
“improvement”
|
Kedua tipe analisis kebijakan tersebut pada dasarnya berbeda dalam hal melayani dan tujuannya. Kebanyakan analisis kebijakan akademis dilakukan oleh Universitas dan beberapa lembaga think tanks independen, seperti institute for research on public policy. Sementara itu, analisa kebijakan terapan bekerja pada pemerintah, konsultan perusahaan swasta, dan kelompok – kelompok kepentingan.
C.
Gaya analisis kebijakan (styles of policy
analisis)
Analisis
kebijakan sebagai disiplin intelektual terapan terhadap masalah public yang
mengunakan sejumlah teknik dan gaya (techniques and styles), tergantung kepada
masalah dan orientasi para analis ( problem and orientation of the analyst).
Gaya analitis (an analytical style) mengemukan focus tertentu, berorientasi
pada sejumlah pertanyaan tertentu yang akan ditanyakan, asumsi – asumsi yang
dibuat, dan potret atau gambaran suatu kebijakan. lebih jauh gaya analisis
kebijakan bertumpu pada suatu disiplin sehingga para ilmuwan politik cenderung
menganalisis kebijakan public berbeda dengan ilmu sosiologi, sejarah dan
ekonomi.
Menurut
Leslie A.Pal (1987:27) paling tidak terdapat tiga macam gaya analisis kebijakan
(style of policy analysis) yakni :
1. Deskriptif
mencakup analisis isi (content analysis).
2. Analisis
sejarah (historical analysis).
3. Proses
dan evaluasi yang mencakup evaluasi logika, empiris dan etika.
Sebagai
gaya analisis, mereka tidak binggung dengan teori – teori atau bingkai kerja
(framework) dalam menjelaskan kebijakan public.
Gaya
merefleksikan orientasi atau postur intelektual terhadap masalah – masalah atau
pertanyaan – pertanyaan kebijakan.
D.
Model Analisis Kebijakan
Mengkritisi
kebijakan (policy analysis) menurut wayne parson dalam lembaga administrasi
negara (2002:1) dapat dipelajari melalui pendekatan yaitu :
1. Analysis
of the policy process.
2. Analysis
in and for the policy process.
Pengertian Analisis Kebijakan Publik
1. Pengertian Analisis Kebijakan Publik
William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan
adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam
metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang
relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam
rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Salah satu esensi kehadiran
kebijakan publik (public policy) adalah memecahkan masalah yang
berkembang di masyarakat secara benar. Meskipun demikian, kegagalan sering
terjadi karena kita memecahkan masalah secara tidak benar. Analisis kebijakan
publik (public policy analysis) merupakan upaya untuk mencegah kegagalan
dalam pemecahan masalah melalui kebijakan publik. Oleh karena itu, kehadiran
analisis kebijakan berada pada setiap tahapan dalam proses kebijakan publik (public
policy process).
Analisis kebijakan publik adalah ilmu yang menghasilkan
informasi yang relevan dengan kebijakan publik. Produk analisis kebijakan
publik adalah nasehat. Kebijakan yang diambil akan mempunyai biaya dan manfaat
sosial tertentu. Kebijakan tersebut dapat relatif menguntungkan suatu kelompok
dan relatif merugikan kelompok lainnya.
2. Analisis Kebijakan Publik dan Analisnya
Analisis kebijakan publik mempunyai tujuan yang bersifat
penandaan (designative) dengan pendekatan empiris (berdasarkan fakta), bersifat
penilaian dengan pendekatan evaluatif dan bersifat anjuran dengan pendekatan
normatif. Prosedur analisis berdasarkan letak waktu dalam hubungannya dengan
tindakan dibagi dua yaitu ex ante dan ex post. Prediksi dan rekomendasi
digunakan sebelum tindakan diambil atau untuk masa datang (ex ante), sedangkan
deskripsi dan evaluasi digunakan setelah tindakan terjadi atau dari masa lalu
(ex post). Analisis ex post berhubungan dengan analisis kebijakan retrospektif
yang biasa dilakukan oleh ahli ahli ilmu sosial dan politik, sedangkan analisis
ex ante berhubungan dengan analisis kebijakan prospektif yang biasa dilakukan
oleh ahli-ahli ekonomi, sistem analisis dan operations research. Analisis
kebijakan biasanya terdiri dari perumusan masalah, peliputan, peramalan,
evaluasi, rekomendasi dan kesimpulan.
Analis kebijakan adalah seseorang yang melakukan analisis
kebijakan. Yang diperlukan oleh seorang analis :
1. Analis harus tahu bagaimana
mengumpulkan, mengorganisasikan dan mengkomunikasi informasi dalam situasi
dimana waktu dan informasi terbatas. Mereka harus dapat membuat strategi untuk
mengerti secara cepat problem untuk analisis kebijakan tersebut dan sejumlah
solusi yang mungkin. Mereka harus dapat mengidentifikasi secara cepat, paling
tidak secara kwalitatip, biaya dan manfaat untuk masing-masing alternatif dan
mengkomunikasikan penilaian tersebut dengan klien.
2. Analis membutuhkan perspektif
(pandangan) untuk meletakkan problem sosial yang dihadapi kedalam konteks,
memahami kegagalan pasar dan kegagalan pemerintah.
3. Analis membutuhkan kemampuan teknis
untuk memperkirakan kebijakan-kebijakan apa yang diperlukan bagi masa datang
yang lebih baik dan mengevaluasi konsekwensi pilihan-pilihan kebijakan yang
lebih baik. Ekonomi (mikro dan keuangan publik) dan statistik diperlukan untuk
hal tersebut.
4. Analis harus mengerti institusi dan
implementasi dari masalah yang diamati untuk dapat meramalkan akibat dari
kebijakan yang dipilih. Dengan mengerti pandangan klien dan lawannya, analis
dapat menyusun fakta dan argumentasi secara lebih efektif.
5. Analis harus mempunyai etika
(moral).
6. Tiga macam peranan analis kebijakan
:
1. Analis Obyektif
:
Mereka
menyatakan keadaan apa adanya dalam analisisnya dan membiarkan analisis
menyatakan kebenaran. Kepentingan politik klien adalah nomor dua. Fokusnya
terutama adalah memperkirakan akibat-akibat dari kebijakan-kebijakan
alternatip. Mereka sadar bahwa klien adalah politikus yang seringkali tidak
obyektif. Walaupun demikian klien dapat memberikan informasi yang menyebabkan
analis bisa bekerja pada isyu-isyu yang menarik. Meskipun analis memberikan
beberapa alternatif kebijakan dan akibat-akibatnya, keputusan terakhir
pemilihan alternatip tetap berada ditangan klien. Analis obyektif biasanya
berusaha menjaga jarak dengan klien dan lebih menyukai bekerja untuk institusi
daripada bekerja untuk pribadi. Banyak diantara analis ini yang pekerjaan
tetapnya adalah diperguruan tinggi.
2. Pembela Klien
Mereka jarang memberikan
kesimpulan-kesimpulan yang definitif dan justru menggunakan kesamaran tersebut
demi kepentingan klien. Mereka harus loyal kepada klien (pejabat) sebagai
imbalan bagi jabatan yang diberikan kepadanya, misal sebagai asisten,
penasehat, staf ahli atau konsultan. Itulah sebabnya banyak pejabat pemerintah
atau konsultan yang tidak bisa berkomentar sebebas analis obyektif (misal dari
perguruan tinggi) atau analis isyu (dari orsospol atau LSM) walaupun
kemampuannya sama. Biasanya mereka memilih klien dengan system nilai yang
sesuai. Seyogyanya dalam jangka panjang mereka berusaha merubah klien supaya
menjadi lebih bermoral.
3. Pembela Isyu
Mereka jarang memberikan
kesimpulan-kesimpulan yang defenitif dan justru menguatkan kesamaran tersebut
dan membuang hal-hal yang tidak menguntungkan jika diperkirakan hasil
analisisnya tidak mendukung pembelaan isyu tersebut. Klien yang memberikan
kesempatan untuk pembelaan isyu tersebut, dipilih berdasarkan persamaan
kepentingan. Contoh pembela isyu adalah lembaga bantuan hukum dan lembaga
konsumen. Seyogyanya analisisnya berguna untuk membangun masyarakat yang lebih
baik.
Pertimbangan kebijakan seringkali
lebih bersifat politis dibandingkan bersifat obyektif sehingga bisa saja analis
tidak bisa melakukan apa yang diminta klien. Ada beberapa kemungkinan yang
dapat terjadi, diantaranya dia bisa memprotes dengan menyatakan apa yang
diminta klien tersebut tidak etis. Apabila protesnya bisa menyadarkan klien atau
karena sesuatu hal analis jadi menuruti klien maka persoalannya selesai.
Apabila tidak, analis bisa saja meminta berhenti dari pekerjaannya atau dia
tetap bekerja pada klien tetapi tidak loyal (selingkuh) dengan membocorkan
kelemahan-kelemahan kebijakan tersebut dan kelemahan klien ke pihak lain.
Subarsono mengemukakan suatu
kerangka kerja kebijkan publik dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam
melakukan analisis kebijakan publik, yang ditentukan beberapa variablel,
sebagai berikut :
1.
Tujuan
akan dicapai;
2.
Preferensi
nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan.
3.
Sumber
daya yang mendukung kebijakan.
4.
Kemampuan
aktor yang terlibat dalam pembutan kebijkan;
5.
Lingkungan
yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya.
3.
Kecakapan-Kecakapan Seorang Analis
Kebijakan
Seorang Analis Kebijakan Harus
Memiliki Kecakapan-kecakapan sebagai berikut
:
1.
Mampu
cepat ambil fokus pada kriteria keputusan yang paling sentral
2.
Mempunyai
kemampuan analisis multi-disiplin
3.
Mampu
memikirkan jenis-jenis tindakan kebijakan yang dapat diambil
4.
Mampu
gunakan metode paling sederhana yang tepat dan gunakan logika desain metode,
5.
Mampu
mengatasi ketidak pastian
6.
Mampu
mengemukakan dengan angka secara kuantitatif dan asumsi kualitaitf
7.
Mampu
buat rumusan analisa sederhana namun jelas
8.
Mampu
memeriksa fakta-fakta yang diperlukan
9.
Mampu
meletakkan diri dlm posisi orang lain (empati) sbg pengambil kebijakan publik
10.
Mampu
menahan diri hanya utk memberikan analisis kebijakan, bukan keputusan
11.
Mampu
mengatakan”Ya” atau “Tidak” pada usulan yang masuk, namun juga mampu memberikan
definisi dan analisa dri usulan tersebut
12.
Mampu
menyadari bahwa tidak ada kebijakan yang sama sekali benar, rasional dan
komplet
13.
Mampu
memahami bahwa ada batas-batas intervensi kebijakan publik
14.
Mempunyai
etika profesi yang tinggi
4.
Kriteria Analisa Kebijakan yang baik
Nugroho
berpendapat bahwa suatu analisa kebijakan yang baik ialah bersifat deskriptif
karena memang peranannya memberikan rekomendasi kebijakan yang patut diambil oleh
eksekutif. Setiap analisa kebijakan publik selalu menyusun struktur analisanya.
Tugas
Analisis Kebijakan Publik yaitu:
1.
Membantu
merumuskan cara untuk mengatasi atau memecahkan masalah kebijkan public.
2.
Menyediakan
informasi tentang apa konsekuensi dari alternatif kebijakan.
3.
Mengidentifikasi
isu dan masalah kebijakan publik yang perlu menjadi agenda kebijakan pemerintah.
Formulasi Masalah
Kebijakan Publik
1. Pencarian
masalah
2. Pendefinisian
masalah
3. Spesifikasi
masalah
4. Pengendalian
masalah
Tahap perumusan masalah diawali dengan
pengakuan atau dirasakannya keberadaan situasi masalah. Situasi masalah dapat
dilakukan dengan menemukenali (scanning) terhadap masalah (pengenalan masalah).
Dari situasi masalah tadi kemudian di cari masalah. Biasanya yang didapat
adalah setumpuk masalah yang paling terkait. Kumpulan yang saling terkait namum
belum terstruktur tadi disebut dengan meta masalah.
Setumpuk
masalah tersebut, dapat dipecahkan secara serentak, namun harus didefinisikan
terlebih dahulu masalah mana yang menjadi masalah public. Hasil pendefinisian
dari setemupuk masalah yang belum terstruktur tadi menghasilkan masalah
substantif.
Secara
diagramatis empat fase proses perumusan masala.
Secara
singkat dapat dijelaskan kegiatan pengenalan masalah menghasilkan situasi
masalah. Kegiatan pencarian masalah menghasilkan meta masalah.
Kegiatan
pendefinisian meta masalah menghasilkan masalah substantive, dan kegiatan
spesifikasi masalah substantif menghasilkan masalah formal.
Sebagai
contoh sederhana analisis formulasi masalah kebijakan (policy problem
formulation) dapat dilihat table di bawah ini :
No
|
Tahapan
|
Masalah
|
1
|
Situasi
Masalah
|
PKL
Menganggu Penduduk
|
2
|
Meta
Masalah
|
· Tempat
PKL tidak tertata rapi
· PKL
tumbuuh subur
· PKL
produk sampah
· PKL
menganggu keindahan kota
· Perilaku
PKL seenaknya
|
3
|
Masalah
substantif
|
· PKL
tumbuh subur
· Tempat
PKL tidak tertata rapi
· Perilaku
PKL
|
4
|
Masalah
formal
|
· Perilaku
PKL
|
Table tersebut menggambarkan setelah
dilakukan kegiatan menemukenali (scanning) masalah PKL, diperoleh situasi
masalah, yaitu : PKL menggangu penduduk dalam suatu area tertentu. Kegiatan
lebih lanjut adalah melakukan pencarian masalah – masalah mengapa PKL menggangu
penduduk, hasilnya berupa meta masalah. Meta masalah ini merupakan setumpuk
masalah yang belum terstruktur atau belum menunjukan hubungan atau kaitan
antara masalah satu dengan masalah yang lainnya dan belum diketahui mana sebab
dan mana akibatnya, masalah mana yang memiliki hubungan atau kaitan yang erat
antara masalah satu dengan masalah lainnya. Hasil pencarian masalah PKL ini
misalnya ditemukan beberapa masalahyang ada didalamnya, seperti tempat jualan PKL tidak tertata rapi, PKL
mengalami tumbuh subur, PKL menghasilkan sampah dan bau tidak sedap,
pemandangan kota tertanggu menjadi kumuh, tidak indah dan tidak nyaman,
kemacetan lalu lintas, criminal meningkat, sikap dan perilaku PKL seenaknya
sendiri, dan sebagainya.
Masalah formal ini yang menjadi masalah
kebijakan dalam kasus ini adalah sikap dan perilaku PKL yang seenaknya sendiri.
Sikap dan perilaku demikian ini mengakibatkan tempat penjualan PKL tidak
tertata rapi, oleh karena itu jika masalah formal kebijakan ini dapat diatasi
dengan kebijakan public maka masalah lain sebagaimana telah di sebutkan akan
diatasi dengan sendirinya.
Mendesain Kebijakan
(Policy Design)
Berdasarkan masalah kebijakan yang telah
dirumuskan (masalah formal) kemudian dicarikan solusi berupa kebijakan public
apa yang perlu diambil. Untuk menemukan kebijakan apa yang sebaiknya diambil
perlu dilakukan analisis terhadap masalah kebijakan tersebut.
Mustofadidjaja (2003) mengemukakan
terdapat tujuh langkah (tahapan) dalam melakukan analisis kebijakan.
Dari tujuh langkah tersebut bisa kita
lihat seperti dibawah ini yaitu :
1.
Tahap Pengkajian Persoalan.
Pada
tahap ini, tujuannya untuk menemukan dan memahami hakikat permasalahan yang
berhasil diidentifikasi yang dihadapi oleh organisasi. Tahap ini, “menghendaki
perlunya dirumuskan masalah yang dihadapi oleh organisasi secara jelas dan
tegas”. Bila perlu ditunjukan hubungan kausal (sebab akibat) dari permasalahan
yang telah berhasil diidentifikasi sebelumnya.
2.
Penetapan Tujuan dan Sasaran Kebijakan.
Tujuan
adalah akibat yang secara sadar ingin dicapai atau ingin dihindari. Setiap
kebijakan biasanya bertujuan untuk mencapai kebaikan – kebaikan lebih banyak
dan mencegah timbul nya keburukan – keburukan atau kerugian – kerugian
semaksimal mungkin. Tujuan dan sasaran kebijakan intervensi harus dirumus kan
dengan jelas dan tegas.
Penetapan
tujuan dan sasaran (goal and objectives) yang ingin dicapai dari kegiatan
intervensi masalah yang di hadapi organisasi telah ditetapkan tadi. Tujuan dan
sasaran ini perlu ditetapkan terlebih dahulu, disamping dapat dijadikan dasar
pijakan dalam merumuskan alternatif intervensi apa yang diperlukan, juga dapat
dijadikan standar penilaian apakah langkah intervensi yang dilakukan dapat
dikatakan “berhasil atau gagal”. Jika kebijakan yang dibuat oleh organisasi
terhadap masalah yang akan di intervensi mampu mancapai atau mewujudkan tujuan
dan sasaran, maka intervensi yang dilakukan oleh organisasi tersebut dapat
dikatakan berhasil, atau sebaliknya dapat dikatakan gagal.
3.
Penyusunan Model
Penyederhanaan
hubungan kausal masalah yang dihadapi organisasi, disebut dengan “penyusunan
model” model merupakan wujud dari penyederhanaan kenyataan permasalahan yang
dihadapi oleh organisasi dalam bentuk hubungan kausal atau fungsional. Model
ini dapat dituangkan dalam berbagai bentuk, namun yang sering digunakan adalah
dalam skematis model, seperti Flow chart dan arrow diagram.
4.
Perumusan Alternatif Kebijakan
Alternatif
kebijakan intervensi ini merupakan sejumlah alat atau cara yang dapat
dipergunakan untuk mencapai langsung atau tidak langsung sejumlah tujuan dan
sasaran yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya.
Setiap
alternative kebijakan untuk mengintervensi masalah yang di hadapi oleh
organisasi harus diawali dengan penjelasan kerangka logika berkaitan dengan
kemungkinan – kemungkinan yang akan muncul dalam kerangka mengintervensi
masalah organisasi yang telah ditetapkan. Kemungkinan tersebut baik yang
bersifat positif (intended impacts) maupun yang bersifat negative (unintended
impacts).
5.
Penentuan Kriteria Pemilihan Alternatif
Kebijakan.
Untuk
memilih dan menetapkan alternative langkah intervensi tentu diperlukan
parameter atau kriteria. Banyak parameter atau kriteria yang bisa digunakan
untuk memilih alternative langkah intervensi ini.
Salah
satu parameter atau kriteria yang akan digunakan pada penentuan kriteria
pemilihan alternative kebijakan berupa yaitu :
a. Technical
feasibility.
b. Economic
and financial viability.
c. Political
viability.
d. Administrative
operability.
Kriteria
penilaian alternative kebijakan :
No
|
Kriteria
|
Dimensi
|
1
|
Technical feasibility
|
Efektivitas pencapaian tujuan
|
2
|
Economic
and financial feasibility
|
Efisiensi (biaya dan hasil)
|
3
|
Political
viability
|
·
Acceptability
·
Appropriateness
·
Responsiveness
·
Legal suitability
·
Equity
|
4
|
Administrative
operability
|
Dapat
diimplementasikan pada konteks social, politik, dan administrasi yang berlaku
|
6.
Penilaian Alternative Kebijakan.
Setiap
alternative langkah intervensi dilakukan penilaian dengan mengunakan parameter
atau kriteria sebagaimana telah disebutkan. Tujuan penilaian alternative ini
adalah untuk mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektivitas,
efisiensi, dan visibilitas setiap alternative yang diajukan dalam mencapai apa
yang menjadi tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Melalui penilaian ini
akan ditemukan alternative intervensi yang paling efektif, efisiensi, dan
visible dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh organisasi.
7.
Perumusan Rekomendasi Kebijakan.
Setelah
diketahui alternative kebijakan yang memperoleh nilai (score) terbesar, langkah
selanjutnya adalah menyusun rekomendasi alternative kebijakan intervensi
masalah yang dihadapi oleh organisasi.
Perolehan
nilai (score) tertinggi dengan mengunakan
kriteria penilaian tersebut merupakan alternative kebijakan yang
sebaiknya dipilih atau diambil. Artinya secara teknis kebijakan tadi visible
dalam mencapai tujuan dan sasaran kebijakan (efektivitas), secara ekonomis
tidak banyak membutuhkan biaya besar dan dapat mendatangkan hasil atau
keuntungan besar (efisiensi), secara politis paling banyak memperoleh dukungan
politik (political sponsorship),dan secara administrasi sangat besar
kemungkinannya dapat dilaksanakan (administrative operability).
Disamping
perlu alternative kebijakan intervensi yang direkomendasikan ditetapkan dan
disahkan agar memiliki kekuatan hokum, juga harus dilaksanakan dengan sungguh –
sungguh dan konsisten agar alternative kebijakan intervensi yang dipilih bener
– benar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Sebelum mengajukan
alternative kebijakan intervensi apa yang harus dipilih, masih perlu
pertimbangan – pertimbangan jauh kedepan, yang bersifat komprehensif, holistic,
integrative dan prospektif. Oleh karena
itu perlu memikirkan masalah potensial yang berpotensi memengaruhi pelaksanaan
alternative kebijakan intervensi masalah pelayanan masyarakat tersebut.
by : Dewa Gede Ramayadi