OM Swastiastu. OM Awignamastu.
Bulan-bulan ini, merupakan waktu baik untuk melaksanakan upacara ngaben, maka melalui media ini saya ingin menyumbangkan pikiran untuk umat Hindu yang mungkin memerlukannya. Sebab upacara ngaben ini merupakan salah satu dari rangkaian Panca Yadnya yang sekaligus lanjutan dari Tri Rnam ( Dewa Rnam, Pitra Rnam, Rsi Rnam ). Artinya umat Hindu berkewajiban melakukan upacara ngaben, bila ada sanak saudara,kelurga yang meninggal dunia. Dari sekian abad upacara ngaben telah dilaksanakan, masih banyak umat Hindu yang belum memahaami maknanya, sehingga harapan saya melalui tulisan ini diharapkan umat mendapatkan sedikit gambaran tentang ngaben itu sendiri.
Setiap berbicara tentang ngaben, yang pertama tersirat dihati saya adalah bangga, bahagia, dan juga ngeri. Saya bangga, bahagia, karena secara kenyataan, dengan adanya upacara ngaben juga berarti agama Hindu mengajarkan umatnya tentang efisiensi penggunaan lahan.
Saya juga memiliki rasa ngeri, karena andaikata di Bali tidak diajarkan tentang ngaben (agama Hindu), tidak dapat dibayangkan Bali pasti penuh sesak dengan kuburan, apalagi pulau Bali adalah pulau yang amat kecil, itu yang pertama. Yang kedua, saya juga merasa ngeri bila umat Hindu khususnya di Bali banyak yang belum memahami makna ngaben baik secara tattwa, ekonomi, sosial dan budaya. Sebab hal inilah yang amat penting bagi masa depan kita (khususnya di Bali).
Oleh karena itulah saya akan mencoba menyumbangkan pikiran untuk membahas upacara NGABEN itu dari sudut Tattwa, sudut ekonomi, sudut sosial dan sudut budaya, seuai dengan kemampuan yang saya miliki. Sehingga tulisan ini sudah pasti agak panjang, untuk itu saya akan menulisnya secara bersambung. Itu juga sangat tergantung dari dianggap perlu atau tidaknya dilanjutkan oleh saudara-saudara para pembaca. Kengerian saya yang ketiga adalah, seandainya tidak dilakukan ngaben, lalu kuburan harus terus diperluas, harga tanah sekarang selangit, di daerah pariwisata terutama harga tanah sudah mencapai 1 M, per are (100 m persegi). Kalau begitu keadaannya apa yang bisa kita lakukan???? Hal inilah yang sangat menarik perasaan saya sehingga melalui media ini saya akan mencoba untuk membahasnya.
Kalau kita mau menguraikan tentang upacara ngaben (khususnya di Bali), sangat perlu waktu yang panjang dan pengetahuan yang mememadai. Namun saya sangat kurang pemahaman tentang ngaben secara keseluruhannya, Oleh karena itu uraian selanjutnya ini ditulis sesuai dengan kemampuan yang saya miliki. Bila ada diantara saudara para pembaca memiliki pengetahuan lebih utamanya mengenai ngaben, maka alangkah baiknya tulisan ini diberikan saran dan masukan sehingga menjadi lebih lengkap dapat di ketahui oleh umat kita.
Selanjutnya tulisan ini saya batasi pembahasannya hanya berkisar antara; TATTWA, SUSILA, UPACARA, EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Didalam menguraikan sesuai dengan sub-sub tersebut pula, hanya secara garis besarnya saja. Semoga hal tersebut dimaklumi oleh para pembaca yang sangat budiman.
PEMAHAMAN NGABEN DARI SUDUT; TATTWA,SUSILA, UPACARA, EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA.
NGABEN DARI SUDUT TATTWA;
Sepeti kita sudah ketahui bersama bahwa; Tattwa merupakan salah satu dari kerangka agama Hindu, artinya segala sesuatu yang menjadi pelaksanaan ajara agama Hindu itu berdasarkan tattwa, sehingga ngabenpun juga berdasarkan tattwa. Adapun tattwa yang dimaksudkan disini adalah sumber ajarannya. Jadi ngaben itu sendiri bersumber dari ajaran Veda, terutama ada di dalam kitab Yajur Veda;
VAYUR ANILAM AMRTAM ATHEDAM BHASMANTAM SARIRAM. AUM KRATO SMARA KLIBE SMARA KRTAM SMARA. ( Yajurveda; 40.15. ).
Artinya:
Wahai manusia, badanmu yang dibuat panca mahabhuta akhirnya menjadi abu dan atmanya akan mendapatkan moksa. oleh karena itu, ingatlah nama Tuhan, yaitu AUM, ingatlah nama Tuhan yaitu AUM, dan ingatlah perbuatanmu.
Jadi berdasarkan uraian dari pasal Yajurveda tersebut diatas, maka dapat kita petik beberapa kata kunci yang berkaitan dengan ngaben yaitu; BHASMANTAM SARIRAM (akhirnya menjadi abu). Kalimat menjadi abu inilah akhirnya diwujudkan dalam bentuk prosesi NGABEN (nga + abu +in = Ngabuin. U+I= E, didalam tatabahasa Bali).
Jadi sumber pokok dari prosesi ngaben tersebut ada di kitab suci Yajurveda sebagai dasar utama, namun selanjutnya diuraikan lagi secara detail di dalam kitab YAMATATTWA, YAMA PURWANATATTWA DAN KITAB UMATATTWA, sebagai JUKLAKNYA. Di dalam kitab yang disebut sebagai juklak tersebutlah diuraikan secara detail upacaranya dari yang berkapasitas besar sampai yang terkecil sekalipun dengan sangat lengkap. Sampai tatanan sekecil-kecilnya dan sesederhananya. Mungkin leluhur kita sudah memikirkan situasi dan kendisi masa depan umatnya.
Selanjutnya sesuai uraian di kitab Yajurveda; badan kita terbuat/dibuat oleh unsur Panca Mahabhuta yaitu;
Pertiwi (unsur padat)
Apah (unsur cair)
Teja ( unsur panas )
Bayu ( unsur gas )
Apah ( unsur eter/ruang ).
Perlu juga diketahui, sesuai dengan ajaran agama Hindu, tubuh manusia terdiri dari tiga bagian yaitu;
Stula Sarira (badan kasar)
Antakarana Sarira (badan halus, dari unsur karmawasana)
Suksma Sarira (Atma, dari percikan Tuhan).
Berkaitan dengn upacara ngaben, itu merupakan sebuah prosesi pengembalian unsur Panca Mahabhuta ke asalnya. Di dalam prosesi inilah disertai tatanan yang beretika, kesucian, keheningan, keikhlasan. Sebab hal ini merupakan langkah awal menuju tujuan agama Hindu yaitu Moksartham, dari sudut do'a kita.
NGABEN DARI SUDUT TATTWA.
Pertama-tama saya ucapkan selamat berjumpa lagi di dalam tulisan saya ini, semoga saudara-saudara dapat memetik hal-hal yang postif dan berguna bagi kita semua. Namun bila ada hal=hal yang tidak bermanfaat mohon jangan di masukan di dalam hati, sebab saya sangat sadar bahwa diri saya ini masih banyak kekurangan di bidang apa saja, namun hati saya setiap saat bergejolak ingin mengabdikan diri kepada sesama sesuai dengan tugas dan kewajiban saya. Maka dari itu saya mohon sudi kiranya saudara para membaca memberikan masukan yang nantinya berguna bagi kita dan generasi kita yang akan datang.
Selanjutnya secara tattwa, ngaben itu memiliki arti; sebuah do'a dan kewajiban bagi kita terhadap sanak keluarga kita yang mendahului kita masuk kealam sana (baca kekawin aji pelayon). Sebab agama Hindu mempunyai tujuan yang amat mulia yaitu; MOKSARTHAM JAGATDHITA YAS CA ITI DHARMA. Intinya agama Hindu menuntun umatnya mencapai penyatuan kepada asalnya. Untuk mencapai tujuan ini ada dua jalan yaitu;
1. Jalan dari usaha sendiri, dengan melakoni ajaran Dharma, berkarma yang baik untuk mengimbangi karma buruk kita sendiri (baca kitab Sarasamuscaya)
2. Do'a dari sanak saudara kita, yang berupa upacara (ngaben). Do'a dari sanak saudara itu juga penting sebab prosesinya mengembalikan unsur panca mahabhuta (badan kasar kita melalui prosesi ngabuin. dengan badan kasar kita dijadikan abu maka badan astral kita (antakarana sarira dan suksma sarira) terlepas dari jasad. Mungkin prosesi do'a setelah diaben akan dilanjutkan dengan atma wedana (nyekah), nyekah ini pada intinya sebuah prosesi upacara (do'a) untuk melepaskan antakarana sarira dari suksma sarira (atma), agar atma dapat kembali keasalnya (Tuhan).
Ini ada cerita dari seorang guru spiritual, Beliau menceritakan tentang jalan moksa. Beliau mengatakan; di saat manusia itu meninggal, secara penglihatan kasar badan itu sudah terlepas dari rokh, namun Beliau mengatakan sebenarnya belum terlepas seratus persen, sebab masih ada tali penghubung yang tidak dapat dilepaskan bila tidak melalui perabuan jenasah (ngaben)....JADIKAN ABU JASADMU, ROKH AKAN MOKSA... (YAJURVEDA 40-15).
Mengenai tali penghubung ini dapat dipelajari atas bimbingan seorang Guru yang telah berpengalaman dibidang itu (guru sejati). Kalau hal ini terjadi lama-lama rokh itu akan gentayangan, apa lagi terkubur jasadnya bertahun-tahun. Oleh karena itu seingat saya khususnya di Bali istilah pocong itu merupakan istilah baru, kurang lebih muncul di Bali mulai tahun 1970-an. Sebelum itu istilah ini sangat asing bagi orang Bali yang beragama Hindu. Demikian cerita Guru spiritual yang pernah saya dengar.
Jadi kesimpulannya upacara ngaben dari sisi tattwa adalah sebuah prosesi pengembalian unsur Panca Mahabhuta, yang bertujuan rokh bisa terlepas dari badan kasarnya. Maka dari itu marilah kita lakukan upacara tersebut dengan penuh keikhlasan, yang disesuaikan dengan kemampuan yang ada (satwika yadnya).
Sekian terima kasih (bersambung dengan pokok pembahasan Upacara ngaben dari sisi Susila dan upacara)
UPACARA NGABEN DARI SUDUT SUSILA DAN UPACARA.
Sudah ada orang mengatakan bahwa upacara ngaben umat Hindu di Bali, sangat mahal (banyak memerlukan biaya), sangat rumit, kurang praktis dan banyak lagi kalimat yang sejenis dengan itu kian bermunculan. Maka dari itulah tulisan ini berlanjut tahap demi tahap. Disamping itu masih banyak umat kita yang belum memahami tentang upacara ngaben itu sendiri. Sebab ngaben di Bali kalau kita amati prosesnya bermacam macam pula. Ada yang ngaben langsung, tanpa melalui penguburan mayat sebelumnya, ada yang ngubur dulu setelah itu baru diaben. Ada pula disaat ngaben tanpa membongkar kuburan hanya menggunakan sawa rsi, dan ada pula saudara kita yang berdomisili dekat dengan pura Kahyangan Jagat tidak membakar langsung mayatnya (hanya memakai dupa). Permasalahan yang seperti inilah perlu dipahami melalu pemahaman tentang inti sari upacara ngaben dan susilanya.
Memang seperti yang tertera di Kitab Suci Yajur Veda, " Bhasmantam Sariram ". Namun di Bali dengan adanya dasar sastra, dan susila maka seperti Kitab Umatattwa memberikan petunjuk yang jelas tentang ngaben tanpa membongkar kuburan, namun setelah diadakan upacara ngaben, kuburannya tidak lagi dianggap ada (tanpa mebanten punjung lagi seperti sebelum ngaben), dan selanjutnya bila ada yang ngubur lagi kemungkinan kuburan yang duluan bisa terbongkar lagi sehingga kemungkinan tulang belulangnya berserakan, makannya dari itu saran saya sebaiknya bila ngaben kuburannya dibongkar tulang belulangnya dibakar.
Nah bagaimana dengan yang tidak membakar langsung? (hanya menggunakan dupa). Perlu dipahami lagi bahwa prosesi menjadikan mayat itu abu ada dua jalan pula: 1. Dibakar langsung. 2. Hanya menggunakan dupa. namun kedua-duanya ini melalui proses upacara dan puja serta do'a. Dibakar secara keyakinan. Hal ini dilakukan karena alasan yang amat masuk akal terutama terkait dengan susila ( pemukiman/setra dekat dengan Pura Kahyangan Jagat, agar abu mayat tidak beterbangan sampai ke Pura.) Kalau begitu apakah rokhnya nanti mendapat moksa? Ya dari sudut pemaknaan upacara sudah pasti dapat, ditambah lagi dengan dukungan karma yang memadai.
UPACARA NGABEN, SUSILA DAN UPACARA.
Seperti yang telah tertulis sebelumnya tentang 3 kerangka agama Hindu yaitu; Tattwa, Susila, dan Upacara, ketiga unsur ini saling berkaitan dan saling mendukung. unsur susila di dalam ngaben yang paling menonjol adalah memperlakukan mayat itu dengan sangat sopan dan beretika, sebab hal itu terjadi tidak terlepas dari jasa-jasa jasad itu disaat mereka masih hidup. Dengan adanya jasad, manusia dapat berkarma, maka jasad sangat besar jasanya terhadap kita. Maka disaat upacara ngaben banyak sekali kelihatan unsur susilanya, seperti dikasih pakaian, dikasih minyak rambut, dikasih bunga, dan lain sebagainya. Inilah unsur susila dari yang masih hidup terhadap jasad yang telah ditinggalkan oleh rokhnya. kalau kita ingin meneliti lebih dalam maka akan banyak didapati unsur susilanya.
Upacara ngaben, bentuknya ada bermacam-macam, sesuai kententuan dalam sastra petunjuknya, al; Ada yang disebut; Sawa Prateka, Ngewangun, Pranawa, asti wedana, Nyewasta Gni.dll. Khusus tentang upacara ngaben Nyewasta Gni merupakan upacara Ngaben yang paling sederhana disebutkan di dalam kitab/lontar petunjuknya " NYEWASTA GNI ATIWA-TIWA NISTA UTAMA JUGA YA ". (baca kitab Yama tattwa). Dan sistem pelaksanaannya adanya yang melaksanakan ngaben secara sendiri-sendiri, ada pula yang berkelompok, nah sekarang sudah berkembang dimasyarakat Upacara ngaben bareng, hal ini termuat di dalam lontar disebut Upacara Ngaben KINEMBULAN.
Di dalam pelaksanaannya tingkatan upacaranya disepakati yang paling sederhana. Kriterianya;
1. Ada banten yang diperuntukan bersama.
2. Ada banten yang diperuntukan perdadia yang sama.
3. Ada banten yang diperuntukan persawa.
Hal ini pula sangat ditentukan oleh kesepakatan sipenyelenggarara upacara. Banten yang harus ada disaat upacara ngaben; Banten Bubuh pirata, punjung putih kuning, nasi angkeb, dan nasi rare. Ini unsur terpenting di dalam upacara ngaben, bila banten ini tidak ada bererti ciri khas banten ngaben itu kurang. Andaikata ada umat yang sangat kurang mampu di bidang ekonomi; melakukan upacara dengan sistem Nyewasta Gni, bantennya; Ke empat unsur banten diatas ditambah santun gede sarwa 4, kajang,dan tirtha pangentas, itu saja sudah cukup utama. Demikian uraian upacara ngaben dari sisi susila dan upacara, bila ada di antara saudara yang ingin mendalami lagi silahkan baca ke pustakaan yang mendukungnya. SEKIAN DAN TERIMA KASIH.
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM
Bulan-bulan ini, merupakan waktu baik untuk melaksanakan upacara ngaben, maka melalui media ini saya ingin menyumbangkan pikiran untuk umat Hindu yang mungkin memerlukannya. Sebab upacara ngaben ini merupakan salah satu dari rangkaian Panca Yadnya yang sekaligus lanjutan dari Tri Rnam ( Dewa Rnam, Pitra Rnam, Rsi Rnam ). Artinya umat Hindu berkewajiban melakukan upacara ngaben, bila ada sanak saudara,kelurga yang meninggal dunia. Dari sekian abad upacara ngaben telah dilaksanakan, masih banyak umat Hindu yang belum memahaami maknanya, sehingga harapan saya melalui tulisan ini diharapkan umat mendapatkan sedikit gambaran tentang ngaben itu sendiri.
Setiap berbicara tentang ngaben, yang pertama tersirat dihati saya adalah bangga, bahagia, dan juga ngeri. Saya bangga, bahagia, karena secara kenyataan, dengan adanya upacara ngaben juga berarti agama Hindu mengajarkan umatnya tentang efisiensi penggunaan lahan.
Saya juga memiliki rasa ngeri, karena andaikata di Bali tidak diajarkan tentang ngaben (agama Hindu), tidak dapat dibayangkan Bali pasti penuh sesak dengan kuburan, apalagi pulau Bali adalah pulau yang amat kecil, itu yang pertama. Yang kedua, saya juga merasa ngeri bila umat Hindu khususnya di Bali banyak yang belum memahami makna ngaben baik secara tattwa, ekonomi, sosial dan budaya. Sebab hal inilah yang amat penting bagi masa depan kita (khususnya di Bali).
Oleh karena itulah saya akan mencoba menyumbangkan pikiran untuk membahas upacara NGABEN itu dari sudut Tattwa, sudut ekonomi, sudut sosial dan sudut budaya, seuai dengan kemampuan yang saya miliki. Sehingga tulisan ini sudah pasti agak panjang, untuk itu saya akan menulisnya secara bersambung. Itu juga sangat tergantung dari dianggap perlu atau tidaknya dilanjutkan oleh saudara-saudara para pembaca. Kengerian saya yang ketiga adalah, seandainya tidak dilakukan ngaben, lalu kuburan harus terus diperluas, harga tanah sekarang selangit, di daerah pariwisata terutama harga tanah sudah mencapai 1 M, per are (100 m persegi). Kalau begitu keadaannya apa yang bisa kita lakukan???? Hal inilah yang sangat menarik perasaan saya sehingga melalui media ini saya akan mencoba untuk membahasnya.
Kalau kita mau menguraikan tentang upacara ngaben (khususnya di Bali), sangat perlu waktu yang panjang dan pengetahuan yang mememadai. Namun saya sangat kurang pemahaman tentang ngaben secara keseluruhannya, Oleh karena itu uraian selanjutnya ini ditulis sesuai dengan kemampuan yang saya miliki. Bila ada diantara saudara para pembaca memiliki pengetahuan lebih utamanya mengenai ngaben, maka alangkah baiknya tulisan ini diberikan saran dan masukan sehingga menjadi lebih lengkap dapat di ketahui oleh umat kita.
Selanjutnya tulisan ini saya batasi pembahasannya hanya berkisar antara; TATTWA, SUSILA, UPACARA, EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Didalam menguraikan sesuai dengan sub-sub tersebut pula, hanya secara garis besarnya saja. Semoga hal tersebut dimaklumi oleh para pembaca yang sangat budiman.
PEMAHAMAN NGABEN DARI SUDUT; TATTWA,SUSILA, UPACARA, EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA.
NGABEN DARI SUDUT TATTWA;
Sepeti kita sudah ketahui bersama bahwa; Tattwa merupakan salah satu dari kerangka agama Hindu, artinya segala sesuatu yang menjadi pelaksanaan ajara agama Hindu itu berdasarkan tattwa, sehingga ngabenpun juga berdasarkan tattwa. Adapun tattwa yang dimaksudkan disini adalah sumber ajarannya. Jadi ngaben itu sendiri bersumber dari ajaran Veda, terutama ada di dalam kitab Yajur Veda;
VAYUR ANILAM AMRTAM ATHEDAM BHASMANTAM SARIRAM. AUM KRATO SMARA KLIBE SMARA KRTAM SMARA. ( Yajurveda; 40.15. ).
Artinya:
Wahai manusia, badanmu yang dibuat panca mahabhuta akhirnya menjadi abu dan atmanya akan mendapatkan moksa. oleh karena itu, ingatlah nama Tuhan, yaitu AUM, ingatlah nama Tuhan yaitu AUM, dan ingatlah perbuatanmu.
Jadi berdasarkan uraian dari pasal Yajurveda tersebut diatas, maka dapat kita petik beberapa kata kunci yang berkaitan dengan ngaben yaitu; BHASMANTAM SARIRAM (akhirnya menjadi abu). Kalimat menjadi abu inilah akhirnya diwujudkan dalam bentuk prosesi NGABEN (nga + abu +in = Ngabuin. U+I= E, didalam tatabahasa Bali).
Jadi sumber pokok dari prosesi ngaben tersebut ada di kitab suci Yajurveda sebagai dasar utama, namun selanjutnya diuraikan lagi secara detail di dalam kitab YAMATATTWA, YAMA PURWANATATTWA DAN KITAB UMATATTWA, sebagai JUKLAKNYA. Di dalam kitab yang disebut sebagai juklak tersebutlah diuraikan secara detail upacaranya dari yang berkapasitas besar sampai yang terkecil sekalipun dengan sangat lengkap. Sampai tatanan sekecil-kecilnya dan sesederhananya. Mungkin leluhur kita sudah memikirkan situasi dan kendisi masa depan umatnya.
Selanjutnya sesuai uraian di kitab Yajurveda; badan kita terbuat/dibuat oleh unsur Panca Mahabhuta yaitu;
Pertiwi (unsur padat)
Apah (unsur cair)
Teja ( unsur panas )
Bayu ( unsur gas )
Apah ( unsur eter/ruang ).
Perlu juga diketahui, sesuai dengan ajaran agama Hindu, tubuh manusia terdiri dari tiga bagian yaitu;
Stula Sarira (badan kasar)
Antakarana Sarira (badan halus, dari unsur karmawasana)
Suksma Sarira (Atma, dari percikan Tuhan).
Berkaitan dengn upacara ngaben, itu merupakan sebuah prosesi pengembalian unsur Panca Mahabhuta ke asalnya. Di dalam prosesi inilah disertai tatanan yang beretika, kesucian, keheningan, keikhlasan. Sebab hal ini merupakan langkah awal menuju tujuan agama Hindu yaitu Moksartham, dari sudut do'a kita.
NGABEN DARI SUDUT TATTWA.
Pertama-tama saya ucapkan selamat berjumpa lagi di dalam tulisan saya ini, semoga saudara-saudara dapat memetik hal-hal yang postif dan berguna bagi kita semua. Namun bila ada hal=hal yang tidak bermanfaat mohon jangan di masukan di dalam hati, sebab saya sangat sadar bahwa diri saya ini masih banyak kekurangan di bidang apa saja, namun hati saya setiap saat bergejolak ingin mengabdikan diri kepada sesama sesuai dengan tugas dan kewajiban saya. Maka dari itu saya mohon sudi kiranya saudara para membaca memberikan masukan yang nantinya berguna bagi kita dan generasi kita yang akan datang.
Selanjutnya secara tattwa, ngaben itu memiliki arti; sebuah do'a dan kewajiban bagi kita terhadap sanak keluarga kita yang mendahului kita masuk kealam sana (baca kekawin aji pelayon). Sebab agama Hindu mempunyai tujuan yang amat mulia yaitu; MOKSARTHAM JAGATDHITA YAS CA ITI DHARMA. Intinya agama Hindu menuntun umatnya mencapai penyatuan kepada asalnya. Untuk mencapai tujuan ini ada dua jalan yaitu;
1. Jalan dari usaha sendiri, dengan melakoni ajaran Dharma, berkarma yang baik untuk mengimbangi karma buruk kita sendiri (baca kitab Sarasamuscaya)
2. Do'a dari sanak saudara kita, yang berupa upacara (ngaben). Do'a dari sanak saudara itu juga penting sebab prosesinya mengembalikan unsur panca mahabhuta (badan kasar kita melalui prosesi ngabuin. dengan badan kasar kita dijadikan abu maka badan astral kita (antakarana sarira dan suksma sarira) terlepas dari jasad. Mungkin prosesi do'a setelah diaben akan dilanjutkan dengan atma wedana (nyekah), nyekah ini pada intinya sebuah prosesi upacara (do'a) untuk melepaskan antakarana sarira dari suksma sarira (atma), agar atma dapat kembali keasalnya (Tuhan).
Ini ada cerita dari seorang guru spiritual, Beliau menceritakan tentang jalan moksa. Beliau mengatakan; di saat manusia itu meninggal, secara penglihatan kasar badan itu sudah terlepas dari rokh, namun Beliau mengatakan sebenarnya belum terlepas seratus persen, sebab masih ada tali penghubung yang tidak dapat dilepaskan bila tidak melalui perabuan jenasah (ngaben)....JADIKAN ABU JASADMU, ROKH AKAN MOKSA... (YAJURVEDA 40-15).
Mengenai tali penghubung ini dapat dipelajari atas bimbingan seorang Guru yang telah berpengalaman dibidang itu (guru sejati). Kalau hal ini terjadi lama-lama rokh itu akan gentayangan, apa lagi terkubur jasadnya bertahun-tahun. Oleh karena itu seingat saya khususnya di Bali istilah pocong itu merupakan istilah baru, kurang lebih muncul di Bali mulai tahun 1970-an. Sebelum itu istilah ini sangat asing bagi orang Bali yang beragama Hindu. Demikian cerita Guru spiritual yang pernah saya dengar.
Jadi kesimpulannya upacara ngaben dari sisi tattwa adalah sebuah prosesi pengembalian unsur Panca Mahabhuta, yang bertujuan rokh bisa terlepas dari badan kasarnya. Maka dari itu marilah kita lakukan upacara tersebut dengan penuh keikhlasan, yang disesuaikan dengan kemampuan yang ada (satwika yadnya).
Sekian terima kasih (bersambung dengan pokok pembahasan Upacara ngaben dari sisi Susila dan upacara)
UPACARA NGABEN DARI SUDUT SUSILA DAN UPACARA.
Sudah ada orang mengatakan bahwa upacara ngaben umat Hindu di Bali, sangat mahal (banyak memerlukan biaya), sangat rumit, kurang praktis dan banyak lagi kalimat yang sejenis dengan itu kian bermunculan. Maka dari itulah tulisan ini berlanjut tahap demi tahap. Disamping itu masih banyak umat kita yang belum memahami tentang upacara ngaben itu sendiri. Sebab ngaben di Bali kalau kita amati prosesnya bermacam macam pula. Ada yang ngaben langsung, tanpa melalui penguburan mayat sebelumnya, ada yang ngubur dulu setelah itu baru diaben. Ada pula disaat ngaben tanpa membongkar kuburan hanya menggunakan sawa rsi, dan ada pula saudara kita yang berdomisili dekat dengan pura Kahyangan Jagat tidak membakar langsung mayatnya (hanya memakai dupa). Permasalahan yang seperti inilah perlu dipahami melalu pemahaman tentang inti sari upacara ngaben dan susilanya.
Memang seperti yang tertera di Kitab Suci Yajur Veda, " Bhasmantam Sariram ". Namun di Bali dengan adanya dasar sastra, dan susila maka seperti Kitab Umatattwa memberikan petunjuk yang jelas tentang ngaben tanpa membongkar kuburan, namun setelah diadakan upacara ngaben, kuburannya tidak lagi dianggap ada (tanpa mebanten punjung lagi seperti sebelum ngaben), dan selanjutnya bila ada yang ngubur lagi kemungkinan kuburan yang duluan bisa terbongkar lagi sehingga kemungkinan tulang belulangnya berserakan, makannya dari itu saran saya sebaiknya bila ngaben kuburannya dibongkar tulang belulangnya dibakar.
Nah bagaimana dengan yang tidak membakar langsung? (hanya menggunakan dupa). Perlu dipahami lagi bahwa prosesi menjadikan mayat itu abu ada dua jalan pula: 1. Dibakar langsung. 2. Hanya menggunakan dupa. namun kedua-duanya ini melalui proses upacara dan puja serta do'a. Dibakar secara keyakinan. Hal ini dilakukan karena alasan yang amat masuk akal terutama terkait dengan susila ( pemukiman/setra dekat dengan Pura Kahyangan Jagat, agar abu mayat tidak beterbangan sampai ke Pura.) Kalau begitu apakah rokhnya nanti mendapat moksa? Ya dari sudut pemaknaan upacara sudah pasti dapat, ditambah lagi dengan dukungan karma yang memadai.
UPACARA NGABEN, SUSILA DAN UPACARA.
Seperti yang telah tertulis sebelumnya tentang 3 kerangka agama Hindu yaitu; Tattwa, Susila, dan Upacara, ketiga unsur ini saling berkaitan dan saling mendukung. unsur susila di dalam ngaben yang paling menonjol adalah memperlakukan mayat itu dengan sangat sopan dan beretika, sebab hal itu terjadi tidak terlepas dari jasa-jasa jasad itu disaat mereka masih hidup. Dengan adanya jasad, manusia dapat berkarma, maka jasad sangat besar jasanya terhadap kita. Maka disaat upacara ngaben banyak sekali kelihatan unsur susilanya, seperti dikasih pakaian, dikasih minyak rambut, dikasih bunga, dan lain sebagainya. Inilah unsur susila dari yang masih hidup terhadap jasad yang telah ditinggalkan oleh rokhnya. kalau kita ingin meneliti lebih dalam maka akan banyak didapati unsur susilanya.
Upacara ngaben, bentuknya ada bermacam-macam, sesuai kententuan dalam sastra petunjuknya, al; Ada yang disebut; Sawa Prateka, Ngewangun, Pranawa, asti wedana, Nyewasta Gni.dll. Khusus tentang upacara ngaben Nyewasta Gni merupakan upacara Ngaben yang paling sederhana disebutkan di dalam kitab/lontar petunjuknya " NYEWASTA GNI ATIWA-TIWA NISTA UTAMA JUGA YA ". (baca kitab Yama tattwa). Dan sistem pelaksanaannya adanya yang melaksanakan ngaben secara sendiri-sendiri, ada pula yang berkelompok, nah sekarang sudah berkembang dimasyarakat Upacara ngaben bareng, hal ini termuat di dalam lontar disebut Upacara Ngaben KINEMBULAN.
Di dalam pelaksanaannya tingkatan upacaranya disepakati yang paling sederhana. Kriterianya;
1. Ada banten yang diperuntukan bersama.
2. Ada banten yang diperuntukan perdadia yang sama.
3. Ada banten yang diperuntukan persawa.
Hal ini pula sangat ditentukan oleh kesepakatan sipenyelenggarara upacara. Banten yang harus ada disaat upacara ngaben; Banten Bubuh pirata, punjung putih kuning, nasi angkeb, dan nasi rare. Ini unsur terpenting di dalam upacara ngaben, bila banten ini tidak ada bererti ciri khas banten ngaben itu kurang. Andaikata ada umat yang sangat kurang mampu di bidang ekonomi; melakukan upacara dengan sistem Nyewasta Gni, bantennya; Ke empat unsur banten diatas ditambah santun gede sarwa 4, kajang,dan tirtha pangentas, itu saja sudah cukup utama. Demikian uraian upacara ngaben dari sisi susila dan upacara, bila ada di antara saudara yang ingin mendalami lagi silahkan baca ke pustakaan yang mendukungnya. SEKIAN DAN TERIMA KASIH.
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM