OM Swastiastu. OM Awignamastu.
Bulan-bulan
ini, merupakan waktu baik untuk melaksanakan upacara ngaben, maka
melalui media ini saya ingin menyumbangkan pikiran untuk umat Hindu yang
mungkin memerlukannya. Sebab upacara ngaben ini merupakan salah satu
dari rangkaian Panca Yadnya yang sekaligus lanjutan dari Tri Rnam ( Dewa
Rnam, Pitra Rnam, Rsi Rnam ). Artinya umat Hindu berkewajiban
melakukan upacara ngaben, bila ada sanak saudara,kelurga yang meninggal
dunia. Dari sekian abad upacara ngaben telah dilaksanakan, masih banyak
umat Hindu yang belum memahaami maknanya, sehingga harapan saya melalui
tulisan ini diharapkan umat mendapatkan sedikit gambaran tentang ngaben
itu sendiri.
Setiap berbicara tentang ngaben, yang pertama
tersirat dihati saya adalah bangga, bahagia, dan juga ngeri. Saya
bangga, bahagia, karena secara kenyataan, dengan adanya upacara ngaben
juga berarti agama Hindu mengajarkan umatnya tentang efisiensi
penggunaan lahan.
Saya juga memiliki rasa ngeri, karena
andaikata di Bali tidak diajarkan tentang ngaben (agama Hindu), tidak
dapat dibayangkan Bali pasti penuh sesak dengan kuburan, apalagi pulau
Bali adalah pulau yang amat kecil, itu yang pertama. Yang kedua, saya
juga merasa ngeri bila umat Hindu khususnya di Bali banyak yang belum
memahami makna ngaben baik secara tattwa, ekonomi, sosial dan budaya.
Sebab hal inilah yang amat penting bagi masa depan kita (khususnya di
Bali).
Oleh karena itulah saya akan mencoba menyumbangkan
pikiran untuk membahas upacara NGABEN itu dari sudut Tattwa, sudut
ekonomi, sudut sosial dan sudut budaya, seuai dengan kemampuan yang saya
miliki. Sehingga tulisan ini sudah pasti agak panjang, untuk itu saya
akan menulisnya secara bersambung. Itu juga sangat tergantung dari
dianggap perlu atau tidaknya dilanjutkan oleh saudara-saudara para
pembaca. Kengerian saya yang ketiga adalah, seandainya tidak dilakukan
ngaben, lalu kuburan harus terus diperluas, harga tanah sekarang
selangit, di daerah pariwisata terutama harga tanah sudah mencapai 1 M,
per are (100 m persegi). Kalau begitu keadaannya apa yang bisa kita
lakukan???? Hal inilah yang sangat menarik perasaan saya sehingga
melalui media ini saya akan mencoba untuk membahasnya.
Kalau
kita mau menguraikan tentang upacara ngaben (khususnya di Bali), sangat
perlu waktu yang panjang dan pengetahuan yang mememadai. Namun saya
sangat kurang pemahaman tentang ngaben secara keseluruhannya, Oleh
karena itu uraian selanjutnya ini ditulis sesuai dengan kemampuan yang
saya miliki. Bila ada diantara saudara para pembaca memiliki
pengetahuan lebih utamanya mengenai ngaben, maka alangkah baiknya
tulisan ini diberikan saran dan masukan sehingga menjadi lebih lengkap
dapat di ketahui oleh umat kita.
Selanjutnya tulisan ini saya
batasi pembahasannya hanya berkisar antara; TATTWA, SUSILA, UPACARA,
EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Didalam menguraikan sesuai dengan sub-sub
tersebut pula, hanya secara garis besarnya saja. Semoga hal tersebut
dimaklumi oleh para pembaca yang sangat budiman.
PEMAHAMAN NGABEN DARI SUDUT; TATTWA,SUSILA, UPACARA, EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA.
NGABEN DARI SUDUT TATTWA;
Sepeti kita sudah ketahui bersama bahwa; Tattwa merupakan salah satu
dari kerangka agama Hindu, artinya segala sesuatu yang menjadi
pelaksanaan ajara agama Hindu itu berdasarkan tattwa, sehingga ngabenpun
juga berdasarkan tattwa. Adapun tattwa yang dimaksudkan disini adalah
sumber ajarannya. Jadi ngaben itu sendiri bersumber dari ajaran Veda,
terutama ada di dalam kitab Yajur Veda;
VAYUR ANILAM AMRTAM ATHEDAM BHASMANTAM SARIRAM. AUM KRATO SMARA KLIBE SMARA KRTAM SMARA. ( Yajurveda; 40.15. ).
Artinya:
Wahai manusia, badanmu yang dibuat panca mahabhuta akhirnya menjadi abu
dan atmanya akan mendapatkan moksa. oleh karena itu, ingatlah nama
Tuhan, yaitu AUM, ingatlah nama Tuhan yaitu AUM, dan ingatlah
perbuatanmu.
Jadi berdasarkan uraian dari pasal Yajurveda
tersebut diatas, maka dapat kita petik beberapa kata kunci yang
berkaitan dengan ngaben yaitu; BHASMANTAM SARIRAM (akhirnya menjadi
abu). Kalimat menjadi abu inilah akhirnya diwujudkan dalam bentuk
prosesi NGABEN (nga + abu +in = Ngabuin. U+I= E, didalam tatabahasa
Bali).
Jadi sumber pokok dari prosesi ngaben tersebut ada di
kitab suci Yajurveda sebagai dasar utama, namun selanjutnya diuraikan
lagi secara detail di dalam kitab YAMATATTWA, YAMA PURWANATATTWA DAN
KITAB UMATATTWA, sebagai JUKLAKNYA. Di dalam kitab yang disebut sebagai
juklak tersebutlah diuraikan secara detail upacaranya dari yang
berkapasitas besar sampai yang terkecil sekalipun dengan sangat lengkap.
Sampai tatanan sekecil-kecilnya dan sesederhananya. Mungkin leluhur
kita sudah memikirkan situasi dan kendisi masa depan umatnya.
Selanjutnya sesuai uraian di kitab Yajurveda; badan kita terbuat/dibuat oleh unsur Panca Mahabhuta yaitu;
Pertiwi (unsur padat)
Apah (unsur cair)
Teja ( unsur panas )
Bayu ( unsur gas )
Apah ( unsur eter/ruang ).
Perlu juga diketahui, sesuai dengan ajaran agama Hindu, tubuh manusia terdiri dari tiga bagian yaitu;
Stula Sarira (badan kasar)
Antakarana Sarira (badan halus, dari unsur karmawasana)
Suksma Sarira (Atma, dari percikan Tuhan).
Berkaitan dengn upacara ngaben, itu merupakan sebuah prosesi
pengembalian unsur Panca Mahabhuta ke asalnya. Di dalam prosesi inilah
disertai tatanan yang beretika, kesucian, keheningan, keikhlasan. Sebab
hal ini merupakan langkah awal menuju tujuan agama Hindu yaitu
Moksartham, dari sudut do'a kita.
NGABEN DARI SUDUT TATTWA.
Pertama-tama saya ucapkan selamat berjumpa lagi di dalam tulisan saya
ini, semoga saudara-saudara dapat memetik hal-hal yang postif dan
berguna bagi kita semua. Namun bila ada hal=hal yang tidak bermanfaat
mohon jangan di masukan di dalam hati, sebab saya sangat sadar bahwa
diri saya ini masih banyak kekurangan di
bidang apa saja, namun hati saya setiap saat bergejolak ingin
mengabdikan diri kepada sesama sesuai dengan tugas dan kewajiban saya.
Maka dari itu saya mohon sudi kiranya saudara para membaca memberikan
masukan yang nantinya berguna bagi kita dan generasi kita yang akan
datang.
Selanjutnya secara tattwa, ngaben itu memiliki arti;
sebuah do'a dan kewajiban bagi kita terhadap sanak keluarga kita yang
mendahului kita masuk kealam sana (baca kekawin aji pelayon). Sebab
agama Hindu mempunyai tujuan yang amat mulia yaitu; MOKSARTHAM
JAGATDHITA YAS CA ITI DHARMA. Intinya agama Hindu menuntun umatnya
mencapai penyatuan kepada asalnya. Untuk mencapai tujuan ini ada dua
jalan yaitu;
1. Jalan dari usaha sendiri, dengan melakoni
ajaran Dharma, berkarma yang baik untuk mengimbangi karma buruk kita
sendiri (baca kitab Sarasamuscaya)
2. Do'a dari sanak saudara
kita, yang berupa upacara (ngaben). Do'a dari sanak saudara itu juga
penting sebab prosesinya mengembalikan unsur panca mahabhuta (badan
kasar kita melalui prosesi ngabuin. dengan badan kasar kita dijadikan
abu maka badan astral kita (antakarana sarira dan suksma sarira)
terlepas dari jasad. Mungkin prosesi do'a setelah diaben akan
dilanjutkan dengan atma wedana (nyekah), nyekah ini pada intinya sebuah
prosesi upacara (do'a) untuk melepaskan antakarana sarira dari suksma
sarira (atma), agar atma dapat kembali keasalnya (Tuhan).
Ini
ada cerita dari seorang guru spiritual, Beliau menceritakan tentang
jalan moksa. Beliau mengatakan; di saat manusia itu meninggal, secara
penglihatan kasar badan itu sudah terlepas dari rokh, namun Beliau
mengatakan sebenarnya belum terlepas seratus persen, sebab masih ada
tali penghubung yang tidak dapat dilepaskan bila tidak melalui perabuan
jenasah (ngaben)....JADIKAN ABU JASADMU, ROKH AKAN MOKSA... (YAJURVEDA
40-15).
Mengenai tali penghubung ini dapat dipelajari atas
bimbingan seorang Guru yang telah berpengalaman dibidang itu (guru
sejati). Kalau hal ini terjadi lama-lama rokh itu akan gentayangan, apa
lagi terkubur jasadnya bertahun-tahun. Oleh karena itu seingat saya
khususnya di Bali istilah pocong itu merupakan istilah baru, kurang
lebih muncul di Bali mulai tahun 1970-an. Sebelum itu istilah ini sangat
asing bagi orang Bali yang beragama Hindu. Demikian cerita Guru
spiritual yang pernah saya dengar.
Jadi kesimpulannya upacara
ngaben dari sisi tattwa adalah sebuah prosesi pengembalian unsur Panca
Mahabhuta, yang bertujuan rokh bisa terlepas dari badan kasarnya. Maka
dari itu marilah kita lakukan upacara tersebut dengan penuh keikhlasan,
yang disesuaikan dengan kemampuan yang ada (satwika yadnya).
Sekian terima kasih (bersambung dengan pokok pembahasan Upacara ngaben dari sisi Susila dan upacara)
UPACARA NGABEN DARI SUDUT SUSILA DAN UPACARA.
Sudah ada orang mengatakan bahwa upacara ngaben umat Hindu di Bali,
sangat mahal (banyak memerlukan biaya), sangat rumit, kurang praktis dan
banyak lagi kalimat yang sejenis dengan itu kian bermunculan. Maka dari
itulah tulisan ini berlanjut tahap demi tahap. Disamping itu masih
banyak umat kita yang belum memahami
tentang upacara ngaben itu sendiri. Sebab ngaben di Bali kalau kita
amati prosesnya bermacam macam pula. Ada yang ngaben langsung, tanpa
melalui penguburan mayat sebelumnya, ada yang ngubur dulu setelah itu
baru diaben. Ada pula disaat ngaben tanpa membongkar kuburan hanya
menggunakan sawa rsi, dan ada pula saudara kita yang berdomisili dekat
dengan pura Kahyangan Jagat tidak membakar langsung mayatnya (hanya
memakai dupa). Permasalahan yang seperti inilah perlu dipahami melalu
pemahaman tentang inti sari upacara ngaben dan susilanya.
Memang seperti yang tertera di Kitab Suci Yajur Veda, " Bhasmantam
Sariram ". Namun di Bali dengan adanya dasar sastra, dan susila maka
seperti Kitab Umatattwa memberikan petunjuk yang jelas tentang ngaben
tanpa membongkar kuburan, namun setelah diadakan upacara ngaben,
kuburannya tidak lagi dianggap ada (tanpa mebanten punjung lagi seperti
sebelum ngaben), dan selanjutnya bila ada yang ngubur lagi kemungkinan
kuburan yang duluan bisa terbongkar lagi sehingga kemungkinan tulang
belulangnya berserakan, makannya dari itu saran saya sebaiknya bila
ngaben kuburannya dibongkar tulang belulangnya dibakar.
Nah
bagaimana dengan yang tidak membakar langsung? (hanya menggunakan dupa).
Perlu dipahami lagi bahwa prosesi menjadikan mayat itu abu ada dua
jalan pula: 1. Dibakar langsung. 2. Hanya menggunakan dupa. namun
kedua-duanya ini melalui proses upacara dan puja serta do'a. Dibakar
secara keyakinan. Hal ini dilakukan karena alasan yang amat masuk akal
terutama terkait dengan susila ( pemukiman/setra dekat dengan Pura
Kahyangan Jagat, agar abu mayat tidak beterbangan sampai ke Pura.) Kalau
begitu apakah rokhnya nanti mendapat moksa? Ya dari sudut pemaknaan
upacara sudah pasti dapat, ditambah lagi dengan dukungan karma yang
memadai.
UPACARA NGABEN, SUSILA DAN UPACARA.
Seperti yang
telah tertulis sebelumnya tentang 3 kerangka agama Hindu yaitu; Tattwa,
Susila, dan Upacara, ketiga unsur ini saling berkaitan dan saling
mendukung. unsur susila di dalam ngaben yang paling menonjol adalah
memperlakukan mayat itu dengan sangat sopan dan beretika, sebab hal itu
terjadi tidak terlepas dari jasa-jasa jasad itu disaat mereka masih
hidup. Dengan adanya jasad, manusia dapat berkarma, maka jasad sangat
besar jasanya terhadap kita. Maka disaat upacara ngaben banyak sekali
kelihatan unsur susilanya, seperti dikasih pakaian, dikasih minyak
rambut, dikasih bunga, dan lain sebagainya. Inilah unsur susila dari
yang masih hidup terhadap jasad yang telah ditinggalkan oleh rokhnya.
kalau kita ingin meneliti lebih dalam maka akan banyak didapati unsur
susilanya.
Upacara ngaben, bentuknya ada bermacam-macam, sesuai
kententuan dalam sastra petunjuknya, al; Ada yang disebut; Sawa
Prateka, Ngewangun, Pranawa, asti wedana, Nyewasta Gni.dll. Khusus
tentang upacara ngaben Nyewasta Gni merupakan upacara Ngaben yang paling
sederhana disebutkan di dalam kitab/lontar petunjuknya " NYEWASTA GNI
ATIWA-TIWA NISTA UTAMA JUGA YA ". (baca kitab Yama tattwa). Dan sistem
pelaksanaannya adanya yang melaksanakan ngaben secara sendiri-sendiri,
ada pula yang berkelompok, nah sekarang sudah berkembang dimasyarakat
Upacara ngaben bareng, hal ini termuat di dalam lontar disebut Upacara
Ngaben KINEMBULAN.
Di dalam pelaksanaannya tingkatan upacaranya disepakati yang paling sederhana. Kriterianya;
1. Ada banten yang diperuntukan bersama.
2. Ada banten yang diperuntukan perdadia yang sama.
3. Ada banten yang diperuntukan persawa.
Hal ini pula sangat ditentukan oleh kesepakatan sipenyelenggarara
upacara. Banten yang harus ada disaat upacara ngaben; Banten Bubuh
pirata, punjung putih kuning, nasi angkeb, dan nasi rare. Ini unsur
terpenting di dalam upacara ngaben, bila banten ini tidak ada bererti
ciri khas banten ngaben itu kurang. Andaikata ada umat yang sangat
kurang mampu di bidang ekonomi; melakukan upacara dengan sistem Nyewasta
Gni, bantennya; Ke empat unsur banten diatas ditambah santun gede sarwa
4, kajang,dan tirtha pangentas, itu saja sudah cukup utama. Demikian
uraian upacara ngaben dari sisi susila dan upacara, bila ada di antara
saudara yang ingin mendalami lagi silahkan baca ke pustakaan yang
mendukungnya. SEKIAN DAN TERIMA KASIH.
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM
Sunday, September 8, 2013
KSATRIA BRAHMANA WANGSA TREH TIRTA HARUM SATRIA TAMAN BALI "IDEWA TAMBAHAN" di TAMBAHAN KELOD
Popular Posts
-
Om Swastyastu, BABAD LELUHUR MAHA GOTRA TIRTA HARUM Tiga Tokoh sejarah yang menjadi legenda di Bali masing-masing D...
-
Om Swastyastu, Sembahyang atau sering juga disebut muspa kramaning sembah merupakan jalan dan salah satu cara Memuja Tuhan. salah s...
-
Om Swastyastu, 1. Pengertian Pura Istilah Pura dengan pengertian sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Hindu khususnya di...
Categories
Followers
Search This Blog
Link list 3
Dumogi Rahayu Semeton Titiang Sareng Sami
Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.
Copyright © DEWA GEDE RAMAYADI
0 comments:
Post a Comment